Presiden Joko Widodo memberikan arahan pada acara program pengampunan pajak di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, 1 Juli 2016. Menurut Jokowi, pecanangan program pengampunan pajak untuk mendorong pembangunan ekonomi di Indonesia. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah optimistis bisa meraup pendapatan negara Rp 165 triliun dari dana repatriasi hasil pengampunan pajak atau tax amnesty. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan defisit anggaran tak akan mencapai 2,35 persen atau Rp 296,7 triliun dari produk domestik bruto apabila target pendapatan tax amnesty tercapai.
“Kalau tax amnesty sukses, mungkin defisit tidak segitu,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.
Asumsi penerimaan negara dari repatriasi sebesar Rp 1.000 triliun, sedangkan dari deklarasi domestik Rp 4.000 triliun. Penyaluran dana ini akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, termasuk soal bank persepsi yang menampung uang tebusan dan dana repatriasi. Kementerian akan membebaskan persaingan bunga antarbank tersebut. “Biarkan mekanisme market saja,” kata Robert.
Kendati demikian, pemerintah akan menyiapkan instrumen pasar modal yang akan menampung dana repatriasi, seperti obligasi pemerintah, obligasi BUMN, saham listed dan non-listed, dan reksadana. Di sektor riil, dana bisa disalurkan melalui Dana Investasi Real Estate (DIRE). Pemerintah tengah menyeleksi puluhan bank para penampung tebusan untuk bisa memutar dana ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan beleid penyaluran dana repatriasi merupakan preferensi peserta pajak. Mereka diberi kebebasan untuk menyalurkan dananya di dalam negeri selama tiga tahun. “Selama itu pula kami meyakinkan supaya dia betah berinvestasi di dalam negeri, sehingga pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur membaik,” ucapnya.