Pipa gas yang terpasang di lokasi rencana pengeboran sumur gas bumi di sumur Tanggulangin 1 di Desa Kedung Banteng, Sidoarjo, Jawa Timur, 9 Januari 2016. Hingga saat ini, Dirjen Migas Kementerian ESDM belum memberikan persetujuan dari aspek keselamatan kerja pengeboran sumur gas tersebut. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said berjanji penawaran kerja sama minyak dan gas tidak hanya bergantung pada rezim kontrak bagi hasil (production sharing contract). Tujuannya supaya kerja sama pengeboran migas dengan kontraktor masih memenuhi aspek kelayakan bisnis, sekalipun harga minyak sedang jatuh. "Jangan bertumpu pada PSC saja," ujarnya.
Saat ini ide kontrak baru sedang dibahas. Nantinya, hasil pembahasan bakal dibawa pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan penyusunan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi.
Kontrak baru diperlukan, menurut Sudirman, untuk meningkatkan angka penemuan cadangan migas yang hampir menyentuh titik nadir. Hari ini, cadangan yang ditemukan tidak lebih 50 persen dari cadangan yang dikuras. "Kita harus legawa untuk menciptakan solusi bersama yang berkelanjutan," ucapnya.
Anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha, mendukung rencana penerapan rezim kontrak baru. Namun, Satya menambahkan, semestinya kontrak yang berlaku nantinya bisa fleksibel terhadap kebijakan fiskal yang diberlakukan pemerintah. Tujuannya supaya kedaulatan negara tetap terjaga. "Kontrak jangan terlalu kaku," katanya.