BBM dengan jenis Premium di sejumlah SPBU di Kota Padang langka, setelah pemerintah mengumumkan turunnya harga BBM sejak dinihari tadi. TEMPO/Andri El Faruqi
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan yang dibutuhkan masyarakat bukanlah harga bahan bakar minyak (BBM) yang naik-turun, melainkan yang stabil.
"Sebab, kalau sekarang diturunkan, tapi tiga bulan kemudian dinaikkan lagi, itu membuat masyarakat resah karena harga bahan pokok naik," kata Ahmad Heri kepada Tempo saat dihubungi, Rabu, 30 Maret 2016.
Keputusan pemerintah menurunkan harga BBM disebabkan oleh tren penurunan harga minyak dunia. Namun, Ahmad Heri melanjutkan, selama tiga minggu terakhir, ada tren kenaikan harga minyak dunia. Bahkan sampai menyentuh angka US$ 40.
Ia percaya tren harga minyak dunia yang naik akan berlanjut pada bulan-bulan ke depan. Menurut Ahmad Heri, ini yang akan membuat pemerintah kembali menaikkan harga BBM pada Juli 2016.
Ahmad Heri menjelaskan, penurunan harga BBM tak serta-merta akan menurunkan harga bahan-bahan pokok. Namun, jika harga BBM naik, harga bahan-bahan pokok akan ikut naik. "Karena itu, pemerintah harus menjaga fluktuasi harga bahan pokok."
Selain itu, ia berharap Pertamina, yang menurut dia menjual harga BBM di atas harga keekonomiannya, bisa transparan dalam mengelola keuntungannya itu.
Pemerintah sore tadi mengumumkan penurunan harga BBM subsidi di Istana Negara. Harga premium dan solar diturunkan Rp 500. Premium menjadi Rp 6.450 dari sebelumnya Rp 6.950/liter, dan solar menjadi Rp 5.150 dari sebelumnya Rp 5.650/liter. Harga ini mulai berlaku 1 April 2016.
Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi
39 hari lalu
Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi
Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi