(kika) Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk Hendi Priyo Santoso, Dirut PT BRI Sofyan Basir, Dirut PT Telkom Indonesia (Persero) Arief Yahya, Sekretaris Kementerian BUMN Wahyu Hidayat, Dirut PT Bank Mandiri (Persero) Zulkifli Zaini, Dirut PT Bank Negara Indonesia Gatot M. Suwondo, dan Dirut PT Semen Gresik (Persero) Tbk Dwi Soetjipto berfoto bersama saat acara BUMN Bersyukur di JCC, Senayan, Jakarta, (29/5). ANTARA/Andika Wahyu
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Gerindra, Kardaya Warnika, mengatakan ada sesuatu yang tak lazim dalam penyaluran kredit yang dilakukan bank-bank BUMN pada saat menerima dana dari Bank Pembangunan Cina (CDB).
"Pinjaman begitu besar bisa terealisasi dalam waktu singkat," kata Kardaya saat ditemui di ruang rapat Komisi XI DPR, Selasa, 15 Maret 2016. Selain itu, menurut Kardaya, terdapat beberapa hal lain yang tak lazim. | Kardaya mencontohkan, sebuah perusahaan mendapatkan beberapa pinjaman dalam jumlah besar, padahal tidak ada kaitannya dengan infrastruktur. Pinjaman ini seharusnya ditujukan untuk infrastruktur, energi, dan hal-hal yang meningkatkan hubungan Indonesia dan Cina.
Hal yang tak lazim lainnya, ada perusahaan yang mendapatkan pinjaman dana dengan jumlah cukup besar dari bank badan usaha milik negara, yang juga mendapatkan pinjaman dari CDB. Bank BUMN itu di antaranya Mandiri, BNI, dan BRI. "Ada juga perusahaan gula rafinasi dapat (pinjaman) jumlah besar."
Ketika ditanya siapa perusahaan yang dimaksud oleh Kardaya, ia enggan menjawab pertanyaan secara gamblang. "Itu nanti bisa dilihat lah," ucap Kardaya sembari meninggalkan ruang rapat Komisi XI DPR.
Komisi XI DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan tiga pihak Bank BUMN, yakni Mandiri, BRI, dan BNI. Salah satu poin pembahasannya mengenai uang hasil pinjaman dari CDB senilai US$ 3 miliar yang sudah disalurkan dalam waktu 2 bulan.