Belasan buruh PT Arga Mas Lestari (Advan) berunjuk rasa dan mogok kerja di depan kantor perusahaan, menuntut penghentian pemberangusan serikat pekerja dengan modus PHK dan mutasi, 17 Februari 2016. TEMPO/Ahmad Faiz
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Subdirektorat Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reytman Aruan menyebut hingga saat ini jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai sekitar 1.564 orang per 17 Februari 2016. “Data itu langsung dari dinas-dinas tenaga kerja di daerah,” katanya di Jakarta, Rabu malam, 17 Februari 2016.
Aruan menyebutkan sebanyak 1.564 orang itu dari 9 daerah. Di antaranya DKI Jakarta sebanyak 1047 orang, Bandung 14 orang, dan Jawa Tengah 16 orang. Sementara untuk luar Pulau Jawa, PHK di Sulawesi Selatan sebanyak 138, Lampung ada 1 orang, Sulawesi Tengah 29 orang, Padang 20 orang, Pekanbaru 108 orang, dan Kalimantan Selatan 191 orang.
Menurut Aruan, PHK yang dilakukan perusahaan bukan hanya karena kondisi ekonomi yang tengah dalam tekanan. Namun, ia menduga ada faktor lain seperti pelanggaran terhadap tata tertib. Jika PHK karena kondisi pelemahan ekonomi, jumlah karyawan pasti jauh lebih banyak dari data yang pemerintah.
Aruan mengatakan perusahaan harus melaporkan setiap perubahan komposisi karyawan paling tidak tiga bulan sekali. Namun, masih banyak perusahaan yang enggan melapor perubahan karyawan. Ia mendorong perusahaan agar menawarkan pensiun dini kepada karyawan jika kondisi perusahaan mengalami tekanan sektor keuangan.
Disinggung soal masuknya buruh asing ke Indonesia, Aruan menyebut itu belum berpengaruh terhadap karyawan domestik. Sebab, tidak semua posisi di perusahaan bisa diisi oleh karyawan asing.