Presiden Joko Widodo mendengarkan penjelasan dari Dirut BEI Tito Sulistio (kiri) yang didampingi Ketua OJK Muliaman Hadad (dua kiri) dan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida (empat kiri) saat meninjau Galeri Sejarah Pasar Modal Indonesia usai menghadiri peringatan '38 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia' di Gedung Bursa Efek Jakarta, 10 Agustus 2015. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio memprediksi hingga Desember tahun ini jumlah emiten yang terdaftar hanya 22 perusahaan. Angka ini turun dari target sebelumnya yang mencapai 32 emiten. “Kita nanti akan revisi ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” kata Tito, saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Senin, 28 September 2015.
Menurut Tito, kondisi perekonomian saat ini tidak memungkinkan untuk menarik perusahaan mencatatkan sahamnya di bursa. Ia mengimbau agar pemerintah segera mencairkan anggaran negara agar perekonomian bisa digenjot. “Kita ingin spending government cepat dikeluarkan. Pak Presiden bilang bisa 95 persen, tolong dong kalau bisa 90 persen, minimum di atas 85 persen,” ujarnya.
Selain itu, kata Tito, yang menyebabkan ekonomi tak kunjung baik adalah jarak suku bunga Bank Indonesia dan inflasi yang mencapai 2,9 persen. “Kalau jaraknya tidak lebih dari 2 persen tidak masalah, tapi kita tidak boleh mengintervensi BI untuk menurunkan BI Rate.”
Tito mengatakan kondisi perekonomian global juga berdampak pada pasar modal Indonesia. Meski ia masih optimistis, transaksi harian masih bisa di angka Rp 6 triliun tahun ini. “Tahun depan target kita harus di atas Rp 7 triliun,” ucapnya.
Tito mengatakan ada beberapa hal yang berada di luar kendali. “Tidak ada orang bisa mengatur ekonomi negaranya sendiri, misalkan satu dolar AS harus Rp 10 ribu. Tapi secara pasar modal produk kita masih oke, 75 persen emiten masih untung," katanya.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.