Sejumlah personel polisi bersama petugas sekuriti berjaga di depan gerbang saat terjadi pemblokiran pintu masuk ladang Batang GS milik PT Chevron Pasific Indonesia oleh warga Rantau Bais di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Senin (25/10). ANTARA/FB Anggoro
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR, Nasyirul Falah Amru, meminta agar Pertamina mengelola sepenuhnya Blok Rokan, Riau, yang akan habis kontrak dengan PT Chevron Pacifik Indonesia pada 2021.
“Blok Rokan harus sepenuhnya dikelola Pertamina. Chevron sudah 50 tahun menguasai Blok Rokan. Maka itu sudah saatnya pemerintahan Jokowi mengambil alih pengelolaannya ke Pertamina,” ujar Falah dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 3 Juni 2015.
Menurutnya, permintaan tersebut sejalan dengan semangat Nawacita untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
“Pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina merupakan salah satu bagian mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik,” jelas politikus PDIP ini.
Ia menegaskan, saat ini masih ada waktu sekitar enam tahun bagi Pertamina untuk mempersiapkan diri sebelum mengambil alih Blok Rokan untuk sepenuhnya dikelola.
Misalnya, mempersiapkan SDM, cetak biru (blue print) Pertamina untuk mengelola Blok Rokan, dan alih teknologi.
“Sebagai operator yang akan menggantikan Chevron, persiapan ini sangat penting agar nantinya ketika Pertamina mengelola sepenuhnya Blok Rokan target nasional terpenuhi,” ujar Bendahara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Permintaan tersebut muncul atas pernyataan Kepala Unit Pengendali Kinerja Kementerian ESDM Widhyawan Prawiraatmadja yang mengatakan Chevron selaku kontraktor lama dari Pertamina memang bisa sama-sama mengajukan pengelolaan blok habis kontrak.
Menurut Widhyawan semangat Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 adalah memprioritaskan Pertamina untuk mengelola blok-blok habis kontrak khususnya dengan produksi migas besar yang dikelola perusahaan asing sudah cukup lama.
Pemberhentian Direktur dan Wakil Direktur Utama Pertamina secara terhormat melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 3 Februari 2017 mengejutkan sejumlah pihak, internal maupun eksternal. Selain mendadak, pemberhentian itu dilakukan ketika pimpinan Pertamina tersebut justru mampu membawa badan usaha milik negara kebanggaan Indonesia ini mencatatkan kinerja yang sangat baik.