Pengumuman di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bertuliskan "mohon maaf SPBU ini tidak menjual premium bersubsidi" di rest area kilometer 13,3 tol Tangerang-Merak, Banten, Sabtu 9 Agustus 2014. Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng mengaku kebijakan pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang berjalan beberapa hari memberikan dampak baik, di mana mampu meningkatkan konsumsi BBM non subsidi. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO,Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) tak bisa berjalan jika tak ada unsur pemaksaan. Sebab, warga Jakarta mempunyai watak yang berbeda dengan orang daerah.
"Mesti ada unsur maksa karena orang Jakarta itung-itungan duit," ujar Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Rabu, 13 Agustus 2014. Dia mencontohkan kecenderungan hidup ekonomis orang Jakarta. "Sekarang orang enggak mau konverter ke gas, gagal. Karena harga gas dan BBM bersubsidi itu hampir mirip," katanya.
Jika harga bensin Rp 10 ribu, Ahok menjamin orang akan beralih ke gas jika harganya setengah dari harga bensin. "Ini hukum ekonomi yang berlaku," ucapnya. Agar harga gas terjangkau, dia akan mempercepat pembangunan beberapa stasiun pengisian bahan bakar gas.
Salah satu alat transportasi yang akan menggunakan bahan bakar gas adalah bus tingkat. Ia mengatakan 100 bus tingkat akan didatangkan. "Kami ingin setiap 10 menit ada bus, termasuk ada bus tingkat gratis."