Soal Keluhan KPK, Freeport: Bola di Pemerintah
Editor
Ali nur yasin koran
Selasa, 4 Maret 2014 09:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik Soetjipto, mengatakan renegosiasi kontrak karya yang berlarut-larut karena pemerintah tidak kunjung merespon posisi perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. Freeport, kata dia, telah menyampaikan permintaan dan posisi mereka terkait renegosiasi kontrak karya.
"Tapi, kan, bolanya ada di pemerintah. Kami sudah menyampaikan posisi kepada pemerintah. Kami posisinya menunggu, sudah sampaikan, ya tunggu saja pemerintah," kata Rozik kepada Tempo di Jakarta, Selasa, 4 Maret 2014. Namun, dia menolak memberitahukan permintaan apa yang telah disampaikan Freeport kepada pemerintah. "Permintaan kami sampaikan kepada pemerintah, biar mereka yang tahu, tidak perlu diketahui orang lain kan."
Rozik mengatakan Freeport sudah menyampaikan posisi mereka terkait enam isu, yaitu isu wilayah, royalti, divestasi, hilirisasi, kandungan dalam negeri dan perpanjangan izin tambang. Menurut dia, setiap isu, Freeport telah menjelaskan permintaannya. "Ini kan suatu proses yang selama ini berlangsung. Masing-masing isu sudah kami sampaikan posisi kami," ujarnya (baca pula: Freeport Pasang Kuda-Kuda Jika Negosiasi Gagal).
Terkait royalti, Freeport menyatakan mereka sudah sejak lama bersedia menaikkan royalti. Kesanggupan ini, kata dia, sudah disampaikan secara resmi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, dia menolak menjelaskan mengapa hingga sekarang Freeport masih membayar royalti sebesar 1 persen.
"Bukan baru kemarin Freeport bersedia menaikkan royalti. Sudah disampaikan secara resmi sejak renegosiasi dengan tim Wakil Menteri Susilo tahun lalu bahwa kami setuju menaikkan royalti sesuai PP 9/2012," kata Rozik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluhkan berlarut-larutnya renegosiasi kontrak karya. Menurut KPK, terkatung-katungnya renegosiasi membuat pungutan royalti dari 37 perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) dan 74 perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tidak optimal.
KPK mencontohkan Freeport Indonesia yang beroperasi sejak 1967 sampai sekarang menikmati tarif royalti emas satu persen dari harga jual per kilogram. Padahal, di dalam peraturan pemerintah, tarif royalti emas sudah naik menjadi 3,75 persen. Dengan berlarut-larutnya renegosiasi terjadi, negara yang mestinya menerima royalti US$ 330 juta hanya memperoleh US$ 161 juta atau dirugikan US$ 169 juta.
ANANDA TERESIA
Terpopuler:
MUI Diduga Monopoli Label Halal
Jawa Timur Belum Mampu Kendalikan Harga Daging
Jelang Pemilu, Omzet Biro Iklan Naik 700 Persen
Susi Air Layani Rute Subsidi Bengkulu