Pemerintah Perdalam Instrumen Pelaporan Utang Swasta
Editor
Setiawan Adiwijaya
Rabu, 17 April 2013 17:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tingkat utang luar negeri yang dilakukan oleh swasta belakangan ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan utang swasta ini secepat mungkin harus diwaspadai oleh pemerintah, terutama dalam rangka mencegah terjadinya sudden reversal yang menimbulkan gejolak pada stabilitas sistem keuangan.
"Kami mencermati, perkembangan tingkat utang yang dilakukan oleh korporasi memang meningkat. Untuk itu, kami harus mewaspadai, apakah menimbulkan risiko berupa sudden reversal atau dimanfaatkan untuk hal-hal yang sifatnya prudent dan produktif untuk kebutuhan korporasi tersebut," ujar Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar saat ditemui di kantor Menteri Koordinator Perekonomian, Rabu, 17 April 2013.
Sebelumnya, rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) menyatakan akan membahas utang luar negeri swasta. Akan tetapi, pembahasan tersebut hanya melihat detail perkembangan utang swasta tanpa membuat keputusan kebijakan apa pun.
Mahendra menambahkan, pertumbuhan tingkat utang secara keseluruhan, yakni pemerintah dan swasta, sebenarnya menjadi fokus FKSSK. Hanya, untuk mengendalikan utang luar negeri pemerintah, ia mengklaim sudah bisa ditangani dengan baik. "Tidak perlu ada kebijakan spesifik, melainkan cukup dijalankan dengan konsisten dan disiplin.”
Kebijakan pengendalian utang luar negeri swasta ini, menurut Mahendra, ke depan akan berbentuk semacam birokrasi khusus untuk pelaporan dan perizinan. "Jadi, kalau utang, dijelaskan asalnya dan peruntukkannya, minimal itu," katanya.
Tapi, FKSSK tetap akan menjaga agar birokrasi tersebut tidak dianggap sebagai penghambat pertumbuhan investasi dan sektor riil. "Ini yang sedang kami dalami terus. Intinya jangan sampai utang luar negeri swasta menjadi tidak terkendali dan membuka risiko stabilitas sektor keuangan," katanya.
Hanya, indikator pengendaliannya akan berbeda-beda untuk setiap kasus. Sebab, dalam utang, bisa saja terjadi mismatch (ketidaksesuaian) dari segi nilai tukar (kurs), jangka waktu, dan governance. "Dari segi governance ini misalnya bisa terkait aspek pajak pembayaran utang," ujarnya.
Selasa pekan lalu seusai Musyawarah Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku tidak nyaman dengan pertumbuhan utang luar negeri swasta selama dua tahun ini. Menurut dia, peningkatan utang swasta tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya defisit neraca pembayaran. "Pemerintah akan merespons untuk mengantisipasi pembengkakan utang swasta dengan sejumlah langkah," katanya.
Akhir tahun lalu, Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan untuk mengendalikan utang swasta. Kebijakan tersebut menggunakan indikator debt service ratio sebagai ukuran utang swasta yang berlebihan. Hanya, Indonesia saat ini belum memiliki konsep fiskal seperti pengenaan pajak transaksi keuangan dalam jumlah besar yang berasal dari utang maupun investasi lainnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia hingga Januari 2013, total utang luar negeri swasta, baik bank maupun bukan bank, telah mencapai US$ 125 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari utang sektor keuangan dan jasa perusahaan senilai US$ 33,45 miliar, utang dari sektor industri pengolahan/manufaktur senilai US$ 25,67 miliar, dan sektor pertambangan senilai US$ 21,08 miliar.
AYU PRIMA SANDI
Topik Terhangat:
Lion Air Jatuh | Serangan Penjara Sleman| Harta Djoko Susilo | Nasib Anas
Baca juga:
EDISI KHUSUS Tipu-Tipu Jagad Maya
Bom Boston, Ini Kesaksian Jurnalis Boston.com
Bom Boston Sebenarnya Ada 7, Meledak 2
Wawancara dengan Ustad Berpengaruh di New York