Rebutan Tambang Emas, Hutan Banyuwangi Jadi Korban

Senin, 22 Oktober 2012 07:15 WIB

Wisatawan sedang berselancar di gulungan ombak Pantai Plengkung Taman Nasional Aas Purwo, Banyuwangi. Ombak di Pantai Plengkung terkenal nomor dua terbaik di dunia setelah Hawaii. Tempo/Ika Ningtyas

TEMPO.CO, Banyuwangi - Eksplorasi tambang emas di tengah alas jati Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, mulai membawa korban. Pengeboran di tambang emas seluas 11,6 ribu hektare membuat hutan jati itu gundul dan limbahnya mengotori laut. Demikian laporan utama majalah Tempo edisi 22 Oktober 2012 berjudul "Sengketa Para Pendulang Emas".

Ngadeni, 68 tahun, sesepuh Desa Pesanggaran, yang rumahnya hanya sekitar 50 meter dari area pertambangan, masih ingat betapa asrinya alas jati Tumpang Pitu dahulu kala. ”Sekarang tanahnya rusak akibat penambangan,” katanya.

Beberapa bagian hutan kini gundul. Warna hijau dedaunan berganti jadi cokelat tanah liat. Celakanya, banyak penambang meninggalkan lubang bekas galian dalam kondisi tetap menganga. Berbagai perlengkapan tambang tradisional dan sampah plastik berserakan.

Kondisi itu menyulut protes lembaga swadaya masyarakat, seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang, dan Islamic Centre for Democracy and Human Rights Empowerment (ICDHRE) Banyuwangi. Empat tahun terakhir, mereka mempertanyakan pemberian izin tambang untuk IMN.

Wahana Lingkungan Hidup dan Jaringan Advokasi Tambang berfokus pada kekhawatiran terhadap bencana lingkungan. Adapun ICDHRE, yang satu dasawarsa terakhir mendampingi kelompok tani dan nelayan, gelisah terhadap nasib potensi ekonomi lokal. ”Kami bukan anti-pembangunan, tapi jangan membunuh kawasan ini!” kata Rosdi Bahtiar Martadi, anggota Komunitas Pemuda Pencinta Alam, yang berafiliasi dalam Jaringan Advokasi Tambang, Kamis pekan lalu.

Sebagian lahan untuk kegiatan eksplorasi itu berada di kawasan hutan lindung. Batas terluar dari kuasa pertambangan IMN hanya 4,7 kilometer dari Taman Nasional Meru Betiri, yang dikenal sebagai rumah terakhir bagi harimau Jawa (Panthera tigris sondaica).

Tak hanya itu. Gunung Tumpang Pitu juga berfungsi sebagai kawasan resapan air dengan debit 30 liter per detik, sangat tinggi untuk menjamin ketersediaan air bawah tanah dan sungai-sungai di sekitarnya. Rusaknya lingkungan dikhawatirkan mengganggu pasokan air untuk sungai-sungai yang selama ini mengairi lahan pertanian di Banyuwangi bagian selatan.

Masalahnya, dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) IMN menyebutkan, setiap hari perseroan butuh 2,04 juta liter air untuk memisahkan bijih emas. Kebutuhan itu akan disedot dari Sungai Kalibaru dan Gonggo. Sungai Kalibaru dan Setail selama ini mengairi sawah di enam kecamatan di sekitar Gunung Tumpang Pitu. ”Pasti berebut. Belum ada tambang saja kadang kurang,” kata Edhi Sujiman, Koordinator Daerah ICDHRE yang juga petani di Kecamatan Tegal Delimo.

Limbah tambang IMN juga berpotensi merembes ke laut. Proses pemurnian emas dari logam lain menggunakan sianida. Laporan amdal PT IMN menyebutkan perseroan akan membuang limbah pemurnian (tailing) sebanyak 2.361 ton per hari ke Teluk Pancer di sebelah barat Tumpang Pitu. ”Memang mereka mengolah limbah itu, tapi apa yang bisa menjamin tak ada sianida yang tersisa ke laut?” ujar Edhi.

Dia yakin nelayan dan industri perikanan di selatan Banyuwangi akan kolaps kalau zat kimia itu mencemari laut. Padahal, selama ini, tangkapan ikan lima pelabuhan di pantai yang berdekatan dengan Tumpang Pitu, yakni Muncar, Pancer, Grajagan, Blimbingsari, dan Wongsorejo, lebih dari 50 ribu ton setahun.

Salah seorang pemilik perusahaan pembekuan ikan di Muncar, Muhammad Jakfar, berikrar menolak penambangan emas di Tumpang Pitu. ”Sampai kapan pun akan tetap kami tolak,” ujarnya Jumat pekan lalu. Menurut dia, ada 50 usaha pembekuan ikan di pesisir pantai selatan Banyuwangi. Di Muncar berdiri sedikitnya 100 perusahaan ikan, dari pembekuan, sarden, penepungan, hingga produksi minyak ikan. ”Ribuan karyawan akan menganggur kalau sampai bisnis ini tutup.”

Pramono Triwahyudi, Community Development Manager IMN, menilai kekhawatiran masyarakat terlalu dini. Saat ini IMN baru melakukan eksplorasi, dan untuk menuju eksploitasi harus melewati beberapa tahapan, termasuk yang terpenting melakukan studi kelayakan. ”Di situ kami akan menguji kelayakan teknis, sosial, ekonomi, dan lingkungan proyek ini,” katanya Jumat pekan lalu. ”Yang sudah pasti, kami berkomitmen akan meminimalisasi dampak negatif.”

AGOENG WIJAYA | IKA NINGTYAS (Banyuwangi)

Berita Terpopuler Lainnya
Petambang Liar Berebut Emas dengan Surya Paloh
Kunci Hidup Sukses ala Dahlan Iskan

Anak Bungsu Ghadafi Terbunuh?

KPK Telusuri Dugaan Korupsi Blok Natuna dan Cepu

Tiga Jam Menanti Jokowi
Busyro Mengaku Kalah Saleh Dibandingkan dengan Novel

Berita terkait

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

2 hari lalu

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

Tujuan beasiswa LPDP ini untuk mencetak tenaga kerja untuk memenuhi program hilirisasi industri berbasis tambang mineral di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

4 hari lalu

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

Kelompak masyarakat peduli Pegunungan Kendeng memgangkat isu kerusakan lingkungan pada Hari Bumi dan Hari Kartini/

Baca Selengkapnya

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

6 hari lalu

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

Berikut ini deretan perusahaan timah terbesar di dunia berdasarkan jumlah produksinya pada 2023, didominasi oleh pabrik Cina.

Baca Selengkapnya

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

23 hari lalu

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

23 hari lalu

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

24 hari lalu

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

Pergerakan saham PT Timah Tbk. atau TINS terpantau berfluktuatif usai terkuaknya kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP. Begini analisisnya.

Baca Selengkapnya

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

25 hari lalu

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

Pada Kamis, 4 April 2024, istri Harvey Moeis, selebriti Sandra Dewi mendatangi Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi

Baca Selengkapnya

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

25 hari lalu

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

Menteri Sekretaris Negara Pratikno tak menampik soal posisi Luhut yang tidak setuju.

Baca Selengkapnya

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

26 hari lalu

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

PT Timah Tbk terbelit kasus korupsi hingga Rp 271 triliun. Begini profil perusahaan BUMN pertambangan timah yang telah didirikan sejak 1976.

Baca Selengkapnya

Klaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun

26 hari lalu

Klaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun

Direktur Utama PT Timah Ahmad Dani Virsal mengaku tak terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah IUP perseroan.

Baca Selengkapnya