TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dinilai tidak serius untuk mewujudkan target swasembada gula pada 2014 mendatang, karena telah memberikan izin impor bagi komoditas tersebut.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Ma'mur Hasanuddin, mengatakan agar pemerintah lebih serius dalam mengatur tata niaga dan distribusi pasokan gula. Terutama bagi masyarakat perbatasan yang paling rawan pasokan. Sehingga masalah itu tidak diselesaikan dengan kebijakan impor.
“Kebijakan importasi gula yang terjadi saat ini menunjukan kepada masyarakat bahwa pemerintah tidak pernah serius mendorong industri dan keberhasilan swasembada gula," kata Ma'mur Ma'mur dalam keterangan persnya, di Jakarta, Kamis, 2 Agustus 2012.
Menurut dia, tata niaga dan distribusi gula yang baik di aspek hilir perlu didorong oleh pemerintah untuk meminimalisasi impor. Pemerintah, lanjutnya harus tegas mengawasi peredaran gula impor tersebut agar tidak dijual di luar wilayah yang ditetapkan. Meskipun demikian, impor tersebut dinilai sudah melanggar aturan karena dilakukan saat musim giling tebu petani.
“Proses importasi harusnya taat aturan, sehingga setiap kondisi darurat didasarkan atas pertimbangan yang matang dan analisis yang mendalam, karena kebutuhan tiap daerah tidak sama," ujarnya.
Kementerian Perdagangan mengizinkan impor gula kristal putih (GKP) sebesar 17.500 ton. Dalam surat persetujuan tertanggal 17 Juli 2012 tercatat, izin diberikan kepada CV Pusaka Khatulistiwa yang telah mengajukan permohonan impor pada 19 Juni 2012.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, sebelumnya mengatakan izin impor gula kristal tersebut untuk mengisi pasokan gula di daerah-daerah non-sentra produksi gula. Pemberian izin didasarkan pada permintaan pemerintah daerah karena kurang pasokan.
Impor tersebut dilakukan khusus memenuhi pasokan gula di perbatasan Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu.
Berdasarkan catatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, produksi gula nasional pada 2011 sebesar 2,22 juta ton gula kristal putih, sedangkan perkiraan produksi pada 2012 mencapai 2,68 juta ton. Berdasarkan peta jalan (roadmap) swasembada gula, estimasi kebutuhan gula nasional pada 2014 sebesar 2,95 juta gula kristal putih.
Sementara itu Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menolak izin impor gula tersebut. Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Sumitro Samadikoen, mengatakan kebijakan impor gula itu tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2011 tentang ketentuan gula impor. Seharusnya gula kristal putih hanya dapat diimpor di luar masa 1 bulan sebelum musim giling dan 2 bulan setelah musim giling tebu rakyat.
“Saat ini adalah musim giling tebu rakyat sehingga stok dan pasokan gula melimpah. Kami sangat khawatir impor ini akan mempengaruhi harga gula tani dan mendistorsi pasar,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, CV Pusaka Khatulistiwa tidak termasuk tmportir terdaftar gula sehingga ada indikasi kepentingan yang dipaksakan. “Kami menolak pemberian izin impor gula kristal putih terhadap CV Pusaka Khatulistiwa,” katanya.