Larangan Ekspor Rotan Ancam Tenaga Pungut Kehilangan Pekerjaan
Reporter
Editor
Kamis, 29 September 2011 17:06 WIB
Rotan. TEMPO/Seto Wardhana
TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Rotan Indonesia Lisman Sumardjani memperkirakan rotan terserap di dalam negeri berkisar 12 ribu ton. Angka ini turun dibanding tahun lalu yang mencapai 30 ribu ton. Artinya, industri dalam negeri dengan bahan rotan yang sebagian besar di Cirebon, Jawa Barat, hanya menyerap 1,7 persen dari total rotan nasional.
Ia juga khawatir rencana larangan ekspor rotan membuat lima juta tenaga kerja yang menjadi pemungut rotan kehilangan pendapatan. Pemungut rotan ini tersebar di sekitar atau di dalam kawasan hutan yang pusatnya ada di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera
“Permasalahannya, niat Menteri Perindustrian yang ingin melarang ekspor rotan demi mengejar nilai tambah kenyataannya tidak ada. Bagaimana mau ada nilai tambah bila konsumsi rotan untuk industri dalam negeri setiap tahunnya menurun,” kata Lisman, Kamis, 29 September 2011.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu berbeda pendapat terkait ekspor komoditas rotan. Menteri Hidayat berkeinginan menyetop total ekspor rotan untuk menjamin pasokan dalam negeri.
Sedangkan Menteri Mari tak ingin menutup pintu ekspor dengan alasan banyak produksi rotan yang tidak terserap oleh industri di Tanah Air. Keduanya sudah bertemu awal pekan ini tapi gagal mencapai kesepakatan. Saat ini ekspor rotan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2009.
Menurut Lisman, jika Menteri Perindustrian ingin melarang ekspor, berarti seluruh produksi rotan harus dikonsumsi di dalam negeri. Hal ini dinilai hanya akan menimbulkan kelebihan pasokan rotan.
Dengan ekspor terbatas melalui kuota saat ini telah membuat rotan tidak ada nilainya. Satu kilogram rotan hanya dihargai Rp 1.500 padahal dulu satu kilogram rotan bisa untuk membeli 6 kilogram beras. “Sekarang terbalik, perlu 6 kilogram rotan untuk bisa beli 1 kilogram beras,” kata Lisman.
Lisman menambahkan, sisa rotan yang diperkirakan tidak terserap di dalam negeri sejumlah 684 ribu ton bisa diekspor. Jika diekspor rotan bisa menghasilkan devisa US$ 1,56 miliar yang mendukung perekonomian bangsa.