Premium Akan Tinggal Sejarah

Reporter

Editor

Jumat, 29 April 2011 05:35 WIB

TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan sasaran akhir kebijakan pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi adalah penghapusan Premium. "Secara bertahap dan pasti, Premium itu harus hapus," ujar Agus di sela pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Bidakara, Jakarta Selatan, kemarin.

Program penghapusan itu dimulai dengan mencabut subsidi BBM. Setelah itu, pemerintah tidak akan lagi menyediakan Premium di pasar. Meski demikian, Menteri memastikan tidak akan menyubsidi Pertamax. Menurut dia, harga Pertamax harus mencerminkan harga pasar.

Agus berharap Kementerian Energi tegas melaksanakan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi karena peningkatan pemakaian Premium semakin membebani anggaran negara. Bahkan besar kemungkinan kuota BBM bersubsidi tahun ini yang sebesar 38,6 juta kiloliter akan terlampaui, sehingga beban subsidi bertambah.

Dia menyarankan agar pemerintah meniru Cina yang konsisten menjalankan kebijakan pengaturan BBM. "Pemerintah Cina betul-betul tegar, meski sempat mendapat rongrongan dari masyarakat," tuturnya.

Sampai kuartal pertama 2011, konsumsi BBM bersubsidi sudah mencapai 9,6 juta kiloliter, melampaui kuota kuartal pertama 9,1 juta kiloliter. Angka itu juga berarti tumbuh 6,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Tubagus Haryono menuturkan tingginya konsumsi BBM bersubsidi dipicu oleh panic buying masyarakat. Kenaikan jumlah kendaraan bermotor membuat konsumsi juga makin tinggi.

Pakar perminyakan menilai wacana penghapusan Premium justru menambah masalah baru. Jika direalisasi, kebijakan ini akan menutup akses masyarakat memperoleh BBM dengan harga terjangkau. "Tak ada alasan menghapus Premium. Saat ini kualitasnya sudah bagus karena tidak ada timbel hitamnya," kata Direktur Eksekutif Center for Petroleum and Energy Economics Studies Muhammad Kurtubi kepada Tempo.

Apalagi, kata doktor ekonomi pertambangan dari Colorado School of Mines ini, bilangan oktan (RON) Premium sebesar 88 lebih tinggi ketimbang BBM jenis reguler gasolin yang banyak dipakai di wilayah Amerika Serikat yang memiliki kadar oktan 86, bahkan 82.

Menurut dia, menghapus Premium juga sama dengan memaksa masyarakat menggunakan Pertamax. "Ini salah karena harga Pertamax sudah 100 persen harga pasar," katanya. Lebih buruk lagi, penghapusan Premium berpotensi membuat pemerintah melanggar sumpah jabatannya. Pada 2004, Mahkamah Konstitusi telah mencabut Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Sebelumnya, dalam pasal itu disebutkan bahwa harga BBM dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Ketentuan tersebut dinilai Mahkamah Konstitusi melanggar Undang-Undang Dasar 1945. Walhasil, jika Premium dicabut dan masyarakat harus menggunakan Pertamax, pemerintah melanggar putusan Mahkamah Konstitusi.

Ia mengusulkan supaya pemerintah berfokus membangun infrastruktur untuk bahan bakar gas, dengan membangun receiving terminal di kota-kota besar. Juga membangun sistem distribusi gas melalui pipa untuk sektor angkutan. Pembangunan infrastruktur gas penting dilakukan mengingat harga gas jauh lebih murah, walaupun tanpa subsidi. Produk tersebut pun ramah lingkungan dan ketersediaannya terjamin dalam jangka panjang.

IRA GUSLINA | EVANA DEWI | EFRI RITONGA

Berita terkait

Daya Beli Masih Lemah, Komisi VII DPR Minta Kaji Penghapusan BBM Premium

24 November 2020

Daya Beli Masih Lemah, Komisi VII DPR Minta Kaji Penghapusan BBM Premium

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengingatkan agar pemerintah tidak menerapkan penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium.

Baca Selengkapnya

Ini Akibatnya Jika Mobil Diisi Bensin dengan RON Rendah

30 September 2020

Ini Akibatnya Jika Mobil Diisi Bensin dengan RON Rendah

Hal paling sering dijumpai ketika mobil diisi dengan bahan bakar RON rendah (misalnya RON 88), mesin akan knocking atau mengelitik.

Baca Selengkapnya

Konsumsi BBM Turun 8 Persen Akibat Work From Home

26 Maret 2020

Konsumsi BBM Turun 8 Persen Akibat Work From Home

Pertamina mencatat terjadi penurunan konsumsi BBM terkait kebijakan work from home.

Baca Selengkapnya

Garda Revolusi Iran Bakal Bertindak Jika Demonstrasi Berlanjut

19 November 2019

Garda Revolusi Iran Bakal Bertindak Jika Demonstrasi Berlanjut

Warga Iran turun ke jalan memprotes kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak hingga 50 persen dan membatasi pembeliannya.

Baca Selengkapnya

Bos Baru Shell Siapkan Strategi Pengembangan Bisnis SPBU

25 September 2019

Bos Baru Shell Siapkan Strategi Pengembangan Bisnis SPBU

Shell, perusahaan energi Internasional resmi menunjuk Waqar Siddiqui sebagai Direktur Retail Shell Indonesia yang baru

Baca Selengkapnya

Bakamla RI Tangkap Empat Kapal Pengangkut BBM Ilegal

20 Agustus 2019

Bakamla RI Tangkap Empat Kapal Pengangkut BBM Ilegal

Dari pemeriksaan diketahui nakhoda bahwa kapal mendapatkan BBM sebanyak 300 ton dari kapal tanker di Palembang tanpa dokumen yang sah.

Baca Selengkapnya

Subsidi BBM Solar Tahun Ini Diprediksi Membengkak

27 Juni 2019

Subsidi BBM Solar Tahun Ini Diprediksi Membengkak

Realisasi konsumsi solar sampai dengan April 2019 telah mencapai sebesar 5,07 juta kl atau setara dengan 35 persen pagu.

Baca Selengkapnya

Harga Pertamax Naik, ESDM Yakin Konsumen Tak Beralih ke Premium

5 Juli 2018

Harga Pertamax Naik, ESDM Yakin Konsumen Tak Beralih ke Premium

Konsumen Pertamax diyakini tak akan balik lagi mengkonsumsi premium.

Baca Selengkapnya

Posko ESDM: Konsumsi BBM Bensin Naik 12 Persen saat Ramadan 2018

2 Juli 2018

Posko ESDM: Konsumsi BBM Bensin Naik 12 Persen saat Ramadan 2018

Sementara itu, BBM jenis gasoil (solar) terjadi penurunan pendistribusian.

Baca Selengkapnya

2018, AKR Bakal Bangun 7 Pompa Bensin di Wilayah 3T

10 November 2017

2018, AKR Bakal Bangun 7 Pompa Bensin di Wilayah 3T

Demi mendukung program BBM satu harga, AKR akan membangun 7 SPBKB di wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T).

Baca Selengkapnya