Indeks BEJ Melemah Lagi

Reporter

Editor

Senin, 3 November 2003 15:06 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Kegagalan kesepakatan antara IMF dan pemerintah Indonesia mengenai LoI (letter of intent) Selasa lalu, berdampak sangat negatif terhadap kondisi pasar di lantai bursa. Hal tersebut dibuktikan dengan melemahnya indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) sebesar 1,845 poin ke posisi 351,336, pada penutupan perdagangan Kamis (26/4).

Menurut dealer Trust Sekuritas, Haryajid, sentimen negatif terhadap perdagangan di BEJ masih ditambah pula dengan berita mengenai keinginan sebuah lembaga untuk mengadakan tandingan istighosah NU (Nahdlatul Ulama) di hari yang sama, yakni takbir sejuta umat. Kekhawatiran investor juga dipicu oleh niat Sekretaris Negara untuk mengadakan pertemuan antar-elite politik di hari yang sama.

“Hal itu tentu saja membuat para investor khawatir akan kondisi pasar, karena dikhawatirkan pada 30 April akan ada kekacauan besar,” kata dia. Seiring dengan penurunan IHSG, indeks LQ 45 pun melemah 0,563 poin ke level 69,192.

Haryajid mengatakan, naiknya saham-saham rokok, Sampoerna naik Rp 100 menjadi Rp 11.550 dan Gudang Garam naik Rp 50 menjadi Rp 11.500, menopang indeks tidak turun signifikan. Terjadi technical rebound pada kedua saham rokok itu, sehingga saham keduanya menjadi sedikit terangkat. Meski begitu, ada gejala investor tidak begitu yakin akan tindakannya, terbukti dengan buy back yang dilakukannya. “Tadi pagi mereka melakukan sold selling, namun di sore ada buy back,” kata dia.

Sedangkan saham Astra (ASII) yang turun Rp 75 menjadi Rp 1.200, disebabkan besarnya jumlah utang perusahaan otomotif ini dalam bentuk dolar AS, jadi dengan melemahnya nilai rupiah menjadi Rp 12.100/US$, ratio utang pun menjadi besar. “Di fundamental, secara teknikal, saham ini akan tetap kuat,” ujar Haryajid. Untuk saham Indosat yang turun Rp 50 menjadi Rp 8.100, dia menilai sudah mencapai angka resistance. Dan untuk Telkom yang turun Rp 50 menjadi Rp 2.300, Haryajid menilai saham ini masih aman.

Pada saham Indocement (INTP) yang dalam right issue mengkonversi saham menjadi waran dengan nilai Rp 1.200, padahal nilai sahamnya di market Rp 1.450, Haryajid menilai investor masih khawatir right issue itu didominasi oleh Heidelberger. Sebab, investor asing tersebut kini memiliki 45,48 persen saham INTP. “Percuma, investor sudah hati-hati, apakah saham ini akan dibawa naik atau turun oleh Heidelberger. Lagipula saham ini memang tidak menarik bagi invetor karena tidak likuid,” kata dia.

Advertising
Advertising

Mengenai saham Indosiar yang masih tertahan di angka Rp 600, Haryajid menilai, saham ini lebih banyak dipegang oleh penjamin emisi, dan sudah biasa kalau suatu saham lebih banyak dikuasai oleh broker tertentu, maka akan dibawa naik atau turun (gorengan).

Haryajid juga memperkirakan, indeks akan bergerak di angka 344-355. Namun, dia juga mengatakan, masih ada kekhawatiran investor akan kedua hal di atas. “Indeks akan mix, tapi juga cenderung melemah disebabkan oleh situasi politik dan makro, bukan karena technical,” kata dia. (Juke Illafi K)

Berita terkait

Menghitung Cadangan Migas Kita, Masih Bisakah Optimistis?

1 menit lalu

Menghitung Cadangan Migas Kita, Masih Bisakah Optimistis?

Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan bahwa sektor migas masih berperan penting, meskipun dunia berkomitmen untuk melakukan transisi energi bersih,

Baca Selengkapnya

Biaya Kuliah UNJ 2024 Jalur SNBP, SNBT, dan Seleksi Mandiri

2 menit lalu

Biaya Kuliah UNJ 2024 Jalur SNBP, SNBT, dan Seleksi Mandiri

Rincian tarif UKT dan IPI UNJ melalui jalur SNBP, SNBT, dan Seleksi Mandiri 2024.

Baca Selengkapnya

Kemendikbudristek Nilai Pandangan Subsidi Silang dalam UKT Tidak Tepat

5 menit lalu

Kemendikbudristek Nilai Pandangan Subsidi Silang dalam UKT Tidak Tepat

Mahasiswa mampu yang mendapatkan UKT kelompok terakhir artinya membiayai biaya secara mandiri. Ia tak membantu mahasiswa kurang mampu.

Baca Selengkapnya

KPK Tengah Telusuri Aliran Uang dalam Kasus Dugaan Proyek Fiktif di Telkomsigma

5 menit lalu

KPK Tengah Telusuri Aliran Uang dalam Kasus Dugaan Proyek Fiktif di Telkomsigma

KPK tengah menelusuri aliran uang dalam kasus dugaan korupsi di anak usaha PT Telkom, Telkomsigma.

Baca Selengkapnya

Sidang Kedua di ICJ, Afrika Selatan: Serangan Israel di Rafah Harus Dihentikan!

7 menit lalu

Sidang Kedua di ICJ, Afrika Selatan: Serangan Israel di Rafah Harus Dihentikan!

Afrika Selatan meminta ICJ untuk mendesak Israel agar segera menarik pasukannya dan menghentikan serangan militer mereka di Kota Rafah, Gaza

Baca Selengkapnya

Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 11 Ribu, Jadi Rp 1.343.000 per Gram

9 menit lalu

Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp 11 Ribu, Jadi Rp 1.343.000 per Gram

Harga emas Antam hari ini naik Rp 17 ribu dibandingkan dengan harga dalam perdagangan Jumat pekan lalu, yakni Rp 1.326.000 per gram.

Baca Selengkapnya

6 Buah Penurun Hipertensi, Ini Kandungan yang Membuatnya Berkhasiat

11 menit lalu

6 Buah Penurun Hipertensi, Ini Kandungan yang Membuatnya Berkhasiat

Ada beragam cara menurunkan hipertensi. Rutin mengonsumsi sejumlah buah-buahan bisa jadi pilihan.

Baca Selengkapnya

Kala Jokowi Menjadi Sopir Gubernur Jenderal Australia Keliling Kebun Raya Bogor

14 menit lalu

Kala Jokowi Menjadi Sopir Gubernur Jenderal Australia Keliling Kebun Raya Bogor

Jokowi menjadi sopir Gubernur Jenderal Australia David Hurley saat mengendarai mobil golf mengelilingi Kebun Raya Bogor

Baca Selengkapnya

Jadwal dan Preview Liga Inggris Pekan Terakhir, Mengapa Manchester City Lebih Difavoritkan Meraih Gelar?

18 menit lalu

Jadwal dan Preview Liga Inggris Pekan Terakhir, Mengapa Manchester City Lebih Difavoritkan Meraih Gelar?

Arsenal setidaknya telah membawa perburuan gelar Liga Inggris musim ini hingga pekan terakhir. Bagaimana peluangnya?

Baca Selengkapnya

Rupiah Diprediksi Berada di Rentang Rp15.900 - Rp16.025 per Dolar AS Hari Ini

18 menit lalu

Rupiah Diprediksi Berada di Rentang Rp15.900 - Rp16.025 per Dolar AS Hari Ini

Pada awal perdagangan Jumat pagi, rupiah turun 60 poin atau 0,38 persen menjadi Rp15.984 per dolar AS.

Baca Selengkapnya