Penjual kain di pusat tekstil Tanah Abang, Jakarta, Rabu (22/10). Melemahnya rupiah terhadap dollar AS justru menguntungkan industri tekstil dalam negeri karena tingkat penetrasi impor tekstil ilegal mengalami penurunan. TEMPO/Puspa Perwitasari
TEMPO Interaktif, Jakarta -Pengusaha merasa terbebani dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Kini pengusaha juga harus menghadapi kenaikan tarif-tarif yang lain seperti naiknya tarif tol Cikampek dan tol Sedyatmo (Bandara Soekarno-Hatta) yang berlaku mulai hari ini.
"Dengan kenaikan TDL, biaya produksi tekstil bisa mencapai 20 persen. Jika ditambah kenaikan tarif tol, harga barang di ritel bisa mengalami kenaikan mencapai 23 persen," Kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat usai usai rapat pembahasan kenaikan TDL dengan Menteri Perindustrian di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) hari ini.
Menurut Ade, banyaknya kenaikan tarif yang terjadi sebelum Ramadan tidak baik untuk perekonomian Indonesia. Sebab, akan memicu inflasi yang besar. "Inflasi bisa mencapai dua digit," kata dia.
Ade mengkhawatirkan jika nantinya konsumen beralih ke produk impor yang lebih stabil harganya.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi), Franky Sibarani mengatakan kenaikan tarif tol tersebut hanya membebani beberapa sektor. "Biaya distribusi hanya memberi kontribusi sekitar 3-10 persen dari harga produk," kata dia.
"Tapi, yang mengalami kenaikan tidak hanya tarif tol. Tapi juga bahan baku BBM, dan TDL yang kenaikannya di luar ekspektasi" ujarnya. Maka, pengusaha berharap pemerintah menyelesaikan masalah kenaikan tarif khususnya TDL. "Kami harap keputusan diambil dengan cepat sehingga ada kejelasan," kata Franky.