Selusur: Sengketa Kios-Apartemen Mangga Dua

Reporter

Editor

Selasa, 29 September 2009 10:37 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Siapa tak kenal Mangga Dua. Kawasan belanja di belahan utara Jakarta itu saban harinya disesaki oleh puluhan ribu pengunjung dari dalam dan luar kota.
Rupa-rupa dagangan dijual di pusat grosir Ibu Kota ini. Mulai komputer jangkrik alias komputer rakitan tanpa merek, berbagai perangkat elektronik rumah tangga, hingga baju supermurah.

Jadilah kawasan ini sebagai salah satu sentra belanja terbesar di Indonesia. Tak kurang dari 10 pusat belanja berjejal di ruas jalan Mangga Dua, yang panjangnya tak lebih dari 5 kilometer.

Di tengah hiruk-pikuk itulah ternyata terselip pula sengkarut jual-beli kios dan apartemen dagangan PT Duta Pertiwi Tbk. Perusahaan properti di bawah payung Sinar Mas Group kepunyaan taipan Eka Tjipta Widjaja ini sudah tiga tahun berseteru dengan sejumlah konsumennya yang merasa dirugikan.

Khoe Seng Seng, Fifi Tanang, dan beberapa pembeli kios dan apartemen itu berkukuh menyatakan bahwa pengembang Duta Pertiwi telah melakukan penipuan soal status lahan bangunan yang mereka beli. Sedangkan Duta Pertiwi menolak mentah-mentah tudingan itu.

Pangkal soalnya, konsumen merasa tidak diberi tahu bahwa lahan tempat kios ITC Mangga Dua dan Apartemen Mangga Dua Court, yang dijual Duta Pertiwi, ternyata berstatus hak guna bangunan di atas hak penguasaan lahan milik pemerintah DKI Jakarta alias bukan HGB murni atau primer.

Konsekuensinya tidak kecil. Dengan status ini, peruntukan lahan tempat bangunan yang mereka beli bisa berubah sewaktu-waktu jika pemerintah daerah DKI menghendaki adanya perubahan. Berdasarkan kesepakatan, umur HGB itu cuma 20 tahun, dan berakhir pada Juli 2008.

Untuk memperpanjang hak penggunaan lahan itu, konsumen harus menghadapi prosedur berbelit dan ongkos retribusi yang tidak kecil saat meminta rekomendasi pemerintah daerah DKI sebagai pemilik lahan. Selain itu, bangunan yang dibeli tidak bisa diwariskan. Di titik inilah bibit perseteruan mulai bersemi.

Merasa dirugikan, Khoe Seng Seng, Fifi Tanang, dan beberapa konsumen lain "berteriak" lewat surat pembaca di media massa nasional. Surat balasan dikirim pihak Duta Pertiwi. Tak cukup saling beradu argumen, kedua belah pihak akhirnya membawa persoalan ini ke kepolisian. Mereka pun hingga kini terlibat saling gugat di pengadilan.

* * *

Memasuki 1980-an, kemacetan lalu lintas sudah melanda Jakarta. Untuk memecahkannya, sebuah rencana umum tata ruang DKI Jakarta 1985-2005 telah disusun.

Salah satu agenda utamanya adalah memecahkan problem kemacetan di daerah Kota atau kawasan Hayam Wuruk. Program penting lainnya pengembangan dan peremajaan lingkungan di dua kelurahan.

Pertama, Kelurahan Mangga Dua Utara, Kecamatan Penjaringan, wilayah Jakarta Utara. Kedua, Kelurahan Mangga Dua Selatan, Kecamatan Sawah Besar, wilayah Jakarta Pusat. Area yang diremajakan meliputi bekas tempat pemakaman umum di Mangga Dua Utara, Mangga Dua Selatan, dan Mangga Dua Mangkok.

Untuk merealisasi rencana besar ini, Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu, Raden Soeprapto, menggandeng pengusaha Eka Tjipta Widjaja. Di masa itu, Eka disebut-sebut merupakan taipan terkaya kedua di Indonesia, setelah Liem Sioe Liong alias Soedono Salim.

Kerja sama ini dituangkan dalam sebuah perjanjian yang dibuat oleh Rachmat Sumengkar dan R. Soeprapto pada 6 Juni 1984 di hadapan notaris Winarti Luman-Widjaja. Sumengkar adalah Direktur Utama Duta Pertiwi, yang telah mendapat persetujuan dari Eka Tjipta selaku komisaris utama.

Dalam perjanjian disebutkan bahwa untuk memecahkan problem kemacetan itu, perlu dibangun jalan arteri mulai ujung barat Jalan Jembatan Batu melalui bekas Tempat Pemakaman Umum Mangga Dua Utara dan Mangga Dua Selatan tembus hingga ke Jalan Gunung Sahari. Selain itu, perlu dibangun secara simultan pengembangan wilayah di bekas tiga lokasi pemakaman tersebut.

Untuk keperluan itulah pemerintah DKI menggandeng pihak swasta. Duta Pertiwi, dalam perjanjian itu, disebutkan berkewajiban melaksanakan pembangunan fisik jalan arteri sepanjang kurang-lebih 2 kilometer, yang ditaksir menelan biaya Rp 6,5 miliar.

Duta Pertiwi juga diwajibkan membangun sejumlah fasilitas umum senilai Rp 3 miliar, seperti jalan lingkungan berikut penerangan jalan, tempat bermain atau ruang terbuka, beberapa unit sekolah, mulai taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan atas, puskesmas dan rumah sakit bersalin, pasar, rumah ibadah, serta 16 unit gardu listrik.

Kewajiban lainnya adalah menyediakan tanah pengganti untuk tempat pemakaman umum yang baru seluas kurang-lebih 263 ribu meter persegi di Kelurahan Pegadungan dan Tegal Alur, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, yang menelan ongkos sekitar Rp 1,3 miliar.

Sebagai kompensasinya, Duta Pertiwi diberi izin penggunaan lokasi di tiga area bekas pemakaman itu dari pemerintah DKI dalam bentuk hak guna bangunan selama 20 tahun. Totalnya mencapai 308.856 meter persegi atau sekitar 30,9 hektare. HGB ini dapat diperpanjang atau diperbarui, juga dapat dialihkan oleh Duta Pertiwi kepada pihak ketiga.

Terkait dengan kesepakatan tersebut, pihak pemerintah daerah mengajukan permohonan kepada Menteri Dalam Negeri, dalam hal ini Direktorat Agraria, untuk mendapatkan hak pengelolaan atas tanah negara di tiga area bekas pemakaman itu.

Berbekal HGB inilah Duta Pertiwi kemudian membangun International Trade Center (ITC) Mangga Dua dan Apartemen Mangga Dua Court. Menurut juru bicara Duta Pertiwi, Donny Rahardjoe, kedua bangunan ini merupakan angkatan pertama strata title di Jakarta.

Sambil dibangun, kios dan apartemen itu dipasarkan. Kwee Meng Luan alias Winny termasuk orang yang kepincut pada kios di ITC Mangga Dua. Meski sempat mengurungkan niatnya karena kepentok harga jual yang kelewat mahal, Winny akhirnya memutuskan tetap membelinya.

Berbeda dengan Winnya, Khoe Seng Seng membeli kios itu lewat lelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Kios seluas 7,5 meter persegi yang dibelinya seharga Rp 421,4 juta itu sebelumnya milik Lim Bui Min, yang membelinya dari Duta Pertiwi pada 1995.

Fifi Tanang juga tak mau ketinggalan. Ia bahkan memborong 10 kios sejak 1991 hingga 2000, baik yang dibelinya langsung dari Duta Pertiwi maupun lewat tangan kedua. "Ini untuk investasi buat anak-cucu," ujarnya.

Belakangan, ia pun membeli unit Apartemen Mangga Dua Court agar bisa menghemat waktu dan biaya transpor. "Saya cukup berjalan kaki ke kios saya," katanya memberi alasan.

Begitulah, bisnis Duta Pertiwi di Mangga Dua terbilang moncer. Jika ditotal, kata Donny, sekitar 3.000 pedagang menempati kios di ITC Mangga Dua. Sedangkan Apartemen Mangga Dua Court kini dihuni oleh 145 keluarga.

Niat Soeprapto mengembangkan dan meremajakan Jakarta Pusat dan Jakarta Utara pun terwujud sudah. Dari kawasan wisata belanja ini, pundi-pundi pendapatan bahkan mengalir deras ke kantong pemerintah daerah DKI Jakarta.

Tapi di lahan yang dibangun lewat kesepakatan seperempat abad silam ini rupanya tak sepenuhnya adem ayem. Sejak tiga tahun lalu, muncul sengketa antara Duta Pertiwi dan sejumlah pemilik kios ITC serta penghuni Apartemen Mangga Dua Court.

Letupan sengketa berawal ketika para pemilik bermaksud memperpanjang sertifikat induk, yang jatuh tempo pada 17 Juli 2008. Saat itulah mereka baru tahu bahwa status lahan bangunan mereka bukan HGB murni, melainkan HGB di atas hak penguasaan lahan. "Sejak awal membeli, kami tidak pernah diberi tahu tentang status lahan ini," kata Winny jengkel.

MARIA HASUGIAN | VENNIE MELYANI | DIAN YULIASTUTI

Berita terkait

Bahas IEU-CEPA, Mendag: Uni Eropa Harus Siap Fleksibel dalam Perundingan

26 Agustus 2023

Bahas IEU-CEPA, Mendag: Uni Eropa Harus Siap Fleksibel dalam Perundingan

Mendag menegaskan Indonesia mau mempercepat penyelesaian Perundingan IEU-CEPA.

Baca Selengkapnya

Ada Sengketa Bisnis tapi Tak Ingin ke Pengadilan? Bawalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia

23 Oktober 2022

Ada Sengketa Bisnis tapi Tak Ingin ke Pengadilan? Bawalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia

BANI menyediakan pilihan jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan bentuk alternatifnya.

Baca Selengkapnya

Pengadilan Niaga Didirikan karena Krisis Moneter 1998

9 September 2022

Pengadilan Niaga Didirikan karena Krisis Moneter 1998

Melansir laman Pengadilan Negeri Kota Medan, pada awal pembentukannya, pengadilan niaga terbatas hanya mengadili perkara kepailitan.

Baca Selengkapnya

Pengadilan Niaga Unggul Tangani Sengketa Bisnis, Tak Cuma Kepailitan

9 September 2022

Pengadilan Niaga Unggul Tangani Sengketa Bisnis, Tak Cuma Kepailitan

Tahapan-tahapan dalam persidangan Pengadilan Niaga berbeda dengan tahap persidangan pengadilan lainnya.

Baca Selengkapnya

Kaleidoskop 2020: 10 Sengketa Bisnis, Diskriminasi Grab sampai Monopoli Lobster

30 Desember 2020

Kaleidoskop 2020: 10 Sengketa Bisnis, Diskriminasi Grab sampai Monopoli Lobster

Seperti apa potret sengketa bisnis sepanjang 2020? Berikut ini sepuluh isu menonjol yang dirangkum Tempo.

Baca Selengkapnya

Bersengketa dengan Mantan Presdir, Ini Penjelasan Sushi Tei

6 September 2019

Bersengketa dengan Mantan Presdir, Ini Penjelasan Sushi Tei

Kuasa Hukum Sushi Tei Indonesia, James Purba membeberkan kronologis sengketa dengan mantan Presiden Direkturnya, Kusnadi Rahardja.

Baca Selengkapnya

Tiga Kasus Sengketa Dagang Indonesia yang Berakhir di Meja WTO

7 Agustus 2018

Tiga Kasus Sengketa Dagang Indonesia yang Berakhir di Meja WTO

Indonesia digugat AS ke WTO atas kasus sengketa dagang.

Baca Selengkapnya

Cakupan SNI, Pemerintah Perluas ke Produk Ban Vulkanisir  

27 Maret 2017

Cakupan SNI, Pemerintah Perluas ke Produk Ban Vulkanisir  

Pemerintah akan memperluas cakupan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk ban vulkanisir.

Baca Selengkapnya

Pemerintah akan Serius Hadapi Sengketa Geo Dipa-Bumigas Energi

13 Maret 2017

Pemerintah akan Serius Hadapi Sengketa Geo Dipa-Bumigas Energi

Bumigas dinilai tidak melakukan pembangunan fisik sesuai kesepakatan
kontrak.

Baca Selengkapnya

Kalla Minta Persoalan Hukum Geo Dipa Tidak Rugikan Negara

13 Maret 2017

Kalla Minta Persoalan Hukum Geo Dipa Tidak Rugikan Negara

Dalam perjalanannya, Bumigas tidak melakukan pembangunan fisik
sesuai kesepakatan kontrak.

Baca Selengkapnya