Gaduh Ekspor Pasir Laut, Jokowi Klaim Hanya Mengekspor Sedimen: Ini Kritik Keras Pemerhati Lingkungan
Reporter
Karunia Putri
Editor
Dwi Arjanto
Jumat, 20 September 2024 09:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi menyatakan bahwa pemerintah tidak akan membuka kembali ekspor pasir laut, melainkan hanya mengizinkan ekspor hasil sedimentasi. “Sekali lagi, itu bukan pasir laut. Yang dibuka (keran ekspornya), (hasil) sedimentasi,” kata Jokowi saat menyampaikan keterangan setelah meresmikan Kawasan Islamic Financial Center di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa, 17 September 2024.
Jokowi menegaskan bahwa sedimen berbeda dari pasir laut, karena merupakan material yang mengganggu jalur pelayaran kapal. “Sedimen itu beda, meski wujudnya juga pasir. Tapi (hasil) sedimentasi,” ucapnya.
Meskipun izin perdagangan pasir laut telah dihentikan selama 20 tahun, kebijakan baru melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 memungkinkan ekspor sedimen, sebagai tindak lanjut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Langkah Jokowi ini pun menuai kritik, pelbagai kecaman dari mulai bahaya lingkungan hingga kerugian pun turut menjadi sorotan. Lantas apa kata pegiat lingkungan?
Walhi: Mau Nyari Duit
Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Parid Ridwanuddin, menilai bahwa kebijakan ini hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek. Ia memperingatkan bahwa regulasi tersebut dapat menimbulkan kerugian besar di berbagai wilayah Indonesia akibat penambangan pasir laut.
"Nah ini problem-nya karena ngebet mau nyari duit, ingin mencari uang yang sifatnya cepat dan jangka pendek dibuatlah regulasi semacam ini gitu. Nah, kalau misalnya kerugian, tentu, kita itu sudah rugi banyak," kata Parid saat dihubungi pada Ahad, 15 September 2024.
Selain itu, Parid juga menyebutkan bahwa 26 pulau kecil di Indonesia tenggelam akibat dampak penambangan pasir laut, termasuk yang berada di Kepulauan Riau, Bangka-Belitung, hingga Jakarta.
ISC: Rusaknya Tempat Pemijahan Ikan
Marcellus Hakeng Jayawibawa, pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), menyatakan bahwa ekspor pasir laut berdampak serius terhadap lingkungan. Kerusakan terumbu karang dan padang lamun, yang merupakan habitat penting bagi ikan, akan mempengaruhi kesejahteraan nelayan yang bergantung pada perairan pesisir.
“Dampak lingkungan dari eksploitasi pasir laut sangat signifikan, seperti rusaknya terumbu karang dan padang lamun yang menjadi tempat pemijahan ikan,” kata Marcellus.
Ia juga menekankan bahwa perubahan topografi laut dan erosi akibat pengambilan pasir besar-besaran menambah tantangan bagi nelayan tradisional, menunjukkan ketidaksesuaian antara visi Jokowi untuk melindungi laut dan kenyataan di lapangan.
Marcellus mendorong pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan ini, dengan melibatkan ahli lingkungan dan lembaga independen untuk mengevaluasi potensi kerusakan ekosistem pesisir. Keputusan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang, terutama terkait dengan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Ia menambahkan bahwa restorasi ekosistem yang rusak akibat ekspor pasir laut harus menjadi prioritas, Program restorasi tersebut seperti rehabilitasi terumbu karang, padang lamun, dan mangrove harus dilakukan secara maksimal, sehingga ekosistem laut dapat pulih dan berfungsi secara optimal.
KARUNIA PUTRI | MYLANDA DWI PUSPITA | MICHELLE GABRIELLA
Pilihan editor: Ekspor Pasir Laut Dibuka Lagi, Apa Saja Masalah yang Mungkin Terjadi?