Fakta-fakta Tentang Banyak PHK Pabrik Tekstil
Reporter
Karunia Putri
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 11 Juli 2024 16:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia sedang memasuki era kelam karena ancaman pemutusan hubungan kerja atau PHK semakin menghantui para buruh tekstil. Tempo merangkum fakta-fakta PHK massal pabrik tekstil yang terjadi pasca Pemilu 2024.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan respons terkait kabar yang mencuat mengenai nasib karyawan PT Primissima (Persero), sebuah perusahaan tekstil BUMN di Sleman, yang dirumahkan tanpa kejelasan gaji. Sejumlah karyawan melaporkan telah dirumahkan selama lebih dari sebulan tanpa menerima gaji, sehingga mereka harus mencari sumber penghasilan lain.
Operasional PT Primissima diketahui terhenti sejak Juni lalu, namun kondisi perusahaan yang menyebabkan penghentian operasional tersebut belum jelas. Gubernur DIY menyatakan bahwa masalah PT Primissima sudah berlangsung lama dan tidak kunjung selesai. Sultan mengungkapkan bahwa sekitar 7-8 tahun lalu, Pemerintah DIY pernah mencoba mengambil alih pengelolaan perusahaan tersebut sebagai BUMD, namun usaha tersebut tidak berhasil.
"Dengan kondisi seperti ini, Pemda DIY tidak berani lagi menawarkan diri untuk mengelola PT Primissima sebagai BUMD. Mengambil alih perusahaan dengan situasi seperti ini hanya akan menambah beban," ujar Sultan pada Selasa, 9 Juli 2024. Dia juga menekankan pentingnya agar karyawan tidak menjadi korban dari persoalan yang dihadapi perusahaan.
Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) DIY, Dani Eko Wiyono, yang mendampingi para pekerja, mengungkapkan bahwa 15 karyawan telah di-PHK sejak November 2023, dan sekitar 500 karyawan lainnya telah dirumahkan tanpa gaji sejak 1 Juni 2024. Saat ini, hanya bagian keamanan yang masih beroperasi di perusahaan tersebut.
Dani menjelaskan bahwa pencairan pesangon bagi karyawan yang di-PHK baru dilakukan sebagian, dan masih belum ada kejelasan mengenai pelunasannya. Berdasarkan penelusuran serikat buruh, kolapsnya PT Primissima disebabkan oleh masalah internal keuangan yang tidak kunjung tuntas.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman, Sutiasih, mengonfirmasi laporan tentang PHK terhadap 15 karyawan dan ratusan karyawan yang dirumahkan. Pihaknya telah berupaya melakukan mediasi antara karyawan dan manajemen perusahaan untuk memastikan karyawan mendapatkan hak-haknya sesuai ketentuan.
Sutiasih menambahkan bahwa seluruh kewenangan terkait perusahaan saat ini sudah diambil alih oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), sehingga manajemen di Yogyakarta tidak dapat mengambil keputusan. Meskipun mediasi telah dilakukan, PT Primissima belum bisa memenuhi hak-hak pekerja karena keterbatasan dana.
Kondisi industri tekstil yang lesu turut berdampak pada penurunan jumlah kepesertaan aktif BPJS Ketenagakerjaan di sektor ini. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, melaporkan bahwa ada penurunan 6,17 persen kepesertaan aktif dari Januari 2023 hingga Mei 2024. Banyak perusahaan tekstil menghadapi ancaman gulung tikar, yang menyebabkan pengurangan jam kerja dan efisiensi.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan bahwa data Litbang Partai Buruh dan KSPI menunjukkan bahwa 127.000 buruh di industri tekstil telah di-PHK dalam tiga bulan terakhir pada 2024. Partai Buruh menuntut pencabutan kebijakan impor yang dianggap merugikan industri tekstil dalam negeri.
Kondisi yang memprihatinkan ini mendorong Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui BPSDMI untuk mengadakan pelatihan bagi tenaga kerja industri tekstil. Kepala BPSDMI, Masrokhan, menekankan pentingnya pengembangan sumber daya manusia yang unggul untuk menghadapi tantangan industri tekstil. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing industri tekstil di tengah kondisi yang sulit.
Dalam upaya membendung banjir produk tekstil impor, pemerintah juga berencana memberlakukan Bea Masuk Anti-dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa bea masuk produk impor dari Cina akan dikenakan sebesar 200 persen untuk melindungi industri tekstil dalam negeri.
KARUNIA PUTRI | HAN REVANDA PUTRA | IKHSAN RELIUBUN | BAGUS PRIBADI | PRIBADI WICAKSONO
Pilihan editor: Kemenperin, Kemendag dan Kemenkeu Saling Tuding Soal Aturan Impor, Asosiasi Tekstil: Kondisi Makin Buruk