PMI Manufaktur Mei Melambat, Pemerintah Dorong Kontribusi Ekspor
Reporter
Ilona Estherina
Editor
Grace gandhi
Selasa, 4 Juni 2024 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei tercatat pada level 52,1, sedikit melambat dari bulan April dengan level 52,9. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan PMI manufaktur masih terjaga dalam zona ekspansif.
"Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kontribusi sektor manufaktur, khususnya yang berorientasi ekspor," ujarnya lewat pernyataan tertulis, Senin, 3 Juni 2024.
Febrio mengatakan PMI yang tetap terjaga didorong oleh terjaganya output produksi dan tingkat permintaan domestik. Dengan menjaga PMI, pemerintah optimistis mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada 2024.
Beberapa negara mitra dagang Indonesia juga mencatatkan aktivitas manufaktur yang ekspansif, seperti Tiongkok di level 51,7, dan India 58,4. Negara tetangga di kawasan ASEAN seperti Vietnam dan Myanmar juga mencatatkan aktivitas manufaktur yang juga ekspansif, masing-masing di level 50,3 dan 52,1. Di sisi lain, PMI kawasan Eropa masih berada pada zona kontraksi di level 47,4.
Febrio menambahkan perkembangan positif juga ditunjukkan lewat catatan inflasi seiring upaya stabilitasi harga pangan. Inflasi pada Mei 2024 tercatat sebesar 2,84 persen secara tahunan atau year on year (yoy), melandai dari inflasi April 2024 yang sebesar 3,0 persen (yoy). Secara bulanan, pada Mei 2024 tercatat deflasi 0,03 persen didorong oleh melandainya harga pangan serta tarif transportasi seiring normalisasi permintaan pasca Idul Fitri 2024.
Inflasi inti meningkat mencapai 1,93 persen (yoy), naik dari bulan lalu yang tercatat 1,82 persen (yoy), menunjukkan daya beli yang masih terjaga. Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) cenderung stabil. Sementara itu, berbagai kebijakan stabilisasi pangan dan adanya panen berkontribusi pada penurunan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang mencapai 8,14 persen (yoy) pada Mei, atau turun dari bulan sebelumnya sebesar 9,63 persen (yoy).
Meskipun harga-harga sudah mulai melandai, Febrio mengatakan pemerintah terus konsisten mengantisipasi risiko gejolak harga ke depan, terutama karena tantangan cuaca ekstrem.
"Berbagai kebijakan terus dilaksanakan, antara lain intervensi harga, stabilisasi pasokan, dan meningkatkan kelancaran distribusi guna mendukung pencapaian target inflasi volatile food di bawah 5 persen serta terkendalinya inflasi hingga di tingkat daerah," ujar Febrio.
Pilihan Editor: Ekonom Ideas Ungkap Kelemahan Tapera yang Memicu Penolakan Pekerja dan Pengusaha