Tolak Angkutan Online Dikenai Pungutan Tapera, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia: Sangat Memberatkan

Reporter

Adil Al Hasan

Editor

Grace gandhi

Minggu, 2 Juni 2024 16:04 WIB

Pengemudi ojek online (ojol) mencari penumpang di kawasan Stasiun Cawang, Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2023. Pengemudi ojol berharap kepada pemerintah untuk segera menerbitkan dan melegalkan payung hukum ojol. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah, melalui PP Nomor Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaran Tapera, akan memungut iuran 3 persen dari penghasilan pekerja.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengatakan organisasinya menolak PP Tapera itu. Dia menyebut aturan itu akan membebani pekerja angkutan online seperti ojek, taksi, dan kurir.

“SPAI menolak Tapera karena potongan sebesar 3 persen dari upah sangat memberatkan pekerja angkutan online seperti taksol, ojol, dan kurir di tengah kenaikan harga barang-barang,” kata Lily saat dihubungi pada Ahad, 2 Juni 2024.

Lily menilai pungutan itu sama dengan mengurangi penghasilan para pekerja, apalagi belakangan sedang menurun. Dia menyebut para pekerja angkutan online juga telah mendapat potongan dengan kemitraan aplikasi sebesar 30 hingga 70 persen.

“Dengan hubungan kemitraan, aplikator telah semena-mena melakukan potongan. Itupun sudah melanggar batas aturan maksimal potongan 20 persen yang diatur pemerintah,” kata Lily.

Advertising
Advertising

Lily berharap pemerintah lebih berpihak kepada pekerja angkutan online agar penghasilan bertambah daripada memungut iuran dari mereka. Dia menyebut penghasilan pengemudi ojek online saat ini hanya berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.

“Bukan justru sebaliknya malah berkurang. Itu belum dipotong biaya operasional seperti BBM, pulsa, biaya servis, spareparts, parkir, cicilan kendaraan, atribut jaket dan helm,” kata dia.

Selanjutnya: Kondisi kerja, kata Lily, telah merugi dan tak boleh dibebani dengan pungutan Tapera....

<!--more-->

Kondisi kerja, kata Lily, telah merugi dan tak boleh dibebani dengan pungutan Tapera. Dia berharap pemerintah harusnya memberi subsidi ke pengemudi ojek online dan menjamin perlindungan sosial meliputi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan secara gratis.

Oleh karena itu, Lily meminta pemerintah tak memungut iuran untuk Tapera ke para pekerja angkutan online. Dia justru berharap pemerintah mengakui pengemudi angkutan online sebagai pekerja tetap sesuai UU Ketenagakerjaan.

“Kami menuntut agar kami tidak dibebani potongan Tapera,” kata dia.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan kementeriannya belum bisa memastikan apakah pekerja ojek online (ojol) bakal masuk kriteria peserta dari program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.

Indah mengungkapkan hingga kini, belum ada regulasi teknis yang mengatur soal kepesertaan tentang ojol. Namun, ia berencana akan membahas aturan itu dalam merumuskan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker).

"Kami masih public hearing," ucapnya, di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024.

Indah memastikan Kemnaker kini sedang mengharmonisasikan Permenaker Perlindungan bagi ojol dan platform digital workers. "Penting atau urgent enggak mereka ini masuk skema Tapera. Jadi kalau sekarang, belum bisa saya jawab," kata dia.

Selanjutnya: Indah menegaskan mereka akan segera mengsosialisasikan kebijakan.....

<!--more-->

Indah menegaskan mereka akan segera mengsosialisasikan kebijakan tersebut dan melakukan public hearing dengan beberapa skema. Mulai minggu depan Kemnaker akan melaksanakan sidang Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit nasional.

Sementara itu, Komisioner dan Pengelola BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan pekerja ojol dan kurir online belum masuk dalam aturan. Ia menjelaskan aturan itu bakal jadi kewenangan BP Tapera untuk mengatur kepersetaan mandiri, yakni para pekerja bukan penerima upah, termasuk di sektor formal seperti sopir ojol dan kurir online. Sebagai informasi, para pengemudi ojol berstatus mitra dari perusahaan transportasi online, bukan pekerja tetap.

Yang jelas, kata Heru, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang 2024, peserta penerima manfaat dari Tapera adalah mereka yang masuk kategori berpenghasilan rendah atau MBR. "Kriterianya yang penting penghasilannya di atas upah minimum. Di bawah itu enggak wajib, tapi kalau ada sukarela, ya kita terima," ujarnya.

Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaran Tapera. Aturan itu menjadi alasan bagi pemerintah untuk memungut iuran sebesar 3 persen dari pekerja.

Khusus untuk pegawai di bawah institusi, beban iurannya dibagi, yakni 2,5 persen kepada pekerja dan 0,5 persen kepada pemberi kerja. Mereka bisa mengajukan pembiayaan untuk membeli, merenovasi, atau mendirikan rumah.

ADIL AL HASAN | AISYAH W

Pilihan Editor: 2021, BPK Temukan 124.960 Pensiunan Belum Dapat Pengembalian Dana Tapera Rp 567,5 Miliar

Berita terkait

Nasib Tapera di Pemerintahan Prabowo, Berhenti atau Lanjut?

3 jam lalu

Nasib Tapera di Pemerintahan Prabowo, Berhenti atau Lanjut?

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho buka suara mengenai nasib Tapera di pemerintahan Prabowo Subianto.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Permohonan Serikat Pekerja Buruh soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

1 hari lalu

MK Kabulkan Permohonan Serikat Pekerja Buruh soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Serikat Pekerja dalam UU Cipta Kerja.

Baca Selengkapnya

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

1 hari lalu

Daftar Lengkap 21 Pasal UU Cipta Kerja yang Direvisi MK, Ada PKWT hingga PHK

MK mengabulkan sebagian gugatan UU Cipta Kerja, mulai dari ketentuan PKWT, PHK, hingga tenaga kerja asing.

Baca Selengkapnya

Korea Selatan Beri Sanksi 11 Warga Korut terkait Peluncuran ICBM

1 hari lalu

Korea Selatan Beri Sanksi 11 Warga Korut terkait Peluncuran ICBM

Korea Selatan pada Jumat 1 November 2024 mengumumkan sanksi baru yang menargetkan 11 individu dan empat entitas dari Korea Utara.

Baca Selengkapnya

Terkini: Agus Gumiwang dan Kemendag Bahas Permendag Pengaturan Impor, Bahlil Prihatin soal Kasus Tom Lembong

2 hari lalu

Terkini: Agus Gumiwang dan Kemendag Bahas Permendag Pengaturan Impor, Bahlil Prihatin soal Kasus Tom Lembong

Menperin Agus Gumiwang bertemu dengan Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai untuk membahas Permendag Nomor 8 Tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Surat Edaran UMP 2025 Segera Terbit, Kemenaker: Paling Lambat 21 November

2 hari lalu

Surat Edaran UMP 2025 Segera Terbit, Kemenaker: Paling Lambat 21 November

Kemenaker sebut surat edaran penetapan UMP dan UMK tahun 2025 akan dilakukan pada bulan November

Baca Selengkapnya

UMP 2025 Segera Ditetapkan, Kemenaker Sebut Masih Pakai Peraturan Pemerintah Nomor 51 2023

2 hari lalu

UMP 2025 Segera Ditetapkan, Kemenaker Sebut Masih Pakai Peraturan Pemerintah Nomor 51 2023

Kemenaker masih menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2023 dalam melakukan perhitungan untuk menentukan nilai upah minimum (UMP) 2025.

Baca Selengkapnya

Karyawan dan Pekerja Kompak Kenakan Pita Hitam Bertuliskan Selamatkan Sritex, Ini Maknanya

5 hari lalu

Karyawan dan Pekerja Kompak Kenakan Pita Hitam Bertuliskan Selamatkan Sritex, Ini Maknanya

Ada pemandangan yang cukup menarik perhatian saat kunjungan Wamenaker di pabrik PT Sri Rejeki Isman Textile (Sritex) Tbk. Sukoharjo

Baca Selengkapnya

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Datangi PT Sritex di Sukoharjo, Pastikan Pekerja Tak Kena PHK Imbas Putusan Pailit

6 hari lalu

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Datangi PT Sritex di Sukoharjo, Pastikan Pekerja Tak Kena PHK Imbas Putusan Pailit

Noel menyatakan Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan PT Sritex.

Baca Selengkapnya

Sritex Dinyatakan Pailit, Serikat Pekerja Nusantara Sebut Bukan Kasus Perdana Pabrik Tekstil

6 hari lalu

Sritex Dinyatakan Pailit, Serikat Pekerja Nusantara Sebut Bukan Kasus Perdana Pabrik Tekstil

Serikat Pekerja Nusantara (SPN) menyebut pailitnya raksasa tekstil Sritex bukan merupakan kasus perdana. Siapa saja pendahulunya?

Baca Selengkapnya