Belum Rampung Juga, Menteri ESDM Ungkap Kendala Revisi Perpres 191 soal BBM Subsidi
Reporter
Novali Panji Nugroho
Editor
Grace gandhi
Sabtu, 23 Maret 2024 08:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) Arifin Tasrif menyebut progres pengerjaan revisi Peraturan Presiden atau Perpres 191 tentang bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terkendala di data.
Arifin Tasrif menargetkan dalam beberapa bulan ke depan revisi Perpres 191 ini bisa segera rampung.
"Kendalanya ada di data. Upaya kami sudah banyak," kata Arifin Tasrif di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Maret 2024.
Arifin Tasrif menilai, tanpa adanya Perpres tersebut pemberian BBM bersubsidi saat ini masih tidak teratur dan membuat negara rugi. Karena itu, menurut dia, revisi Perpres 191 tentang BBM bersubsidi ini perlu segera diselesaikan.
"Sekarang kan enggak teratur. Yang (ekonominya) mampu masih mengambil hak yang mestinya dibantu," ucapnya.
Nantinya jika revisi Perpres 191 rampung, hanya jenis kendaraan tertentu yang boleh menggunakan BBM bersubsidi. "Nanti ada kategori kendaraan kelas mana yang boleh pakai solar, pakai Pertalite. Umumnya yang dikasih, untuk kendaraan yang mengangkut bahan pangan, bahan pokok, angkutan umum," ujar Arifin Tasrif.
Selanjutnya: Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI....
<!--more-->
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI Agus Suyatno angkat bicara soal rencana pemerintah membatasi pembelian bahan bakar minyak atau BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar.
Agus menilai kebijakan pembatasan pembelian BBM subsidi ini akan memukul daya beli konsumen. Sebab, katanya, konsumen yang selama ini memakai BBM Pertalite dan Solar harus bermigrasi ke BBM nonsubsidi.
"Mereka (konsumen) harus mengalokasikan biaya lebih banyak, dan secara psikologis akan memunculkan kesenjangan baru," ujarnya dalam keterangannya, Selasa, 12 Maret 2024.
Ia menyatakan, bahwa revisi Perpres 191 ini merupakan kebijakan yang berpotensi menimbulkan kerancuan di tataran operasional. Sebab, menurut dia, ada satu barang yang serupa dengan kualitas yang sama, tetapi dibatasi hanya untuk kendaraan tertentu.
Selain menimbulkan kerancuan, Agus khawatir pelaksanaan pembatasan BBM di lapangan bakal menimbulkan keadaan kacau balau antara petugas SPBU dan konsumen. "(Kebijakan) juga menyulitkan dalam hal pengawasan implementasi," ucapnya.
Pilihan Editor: AFPI Jamin Debt Collector Fintech Lending Punya Kode Etik dan Sertifikasi