Ombudsman Kritisi Pemerintah yang Lambat Putuskan Impor Beras: Buatlah Rencana Jangka Panjang
Reporter
Annisa Febiola
Editor
Grace gandhi
Sabtu, 16 Maret 2024 11:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI menilai pemerintah terlalu lambat dalam membuat keputusan importasi beras. Di samping keputusan yang lambat, kedatangan barangnya juga telat.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengungkapkan hal itu usai sidak di Gudang Bulog, Kelapa Gading, Jakarta pada Jumat, 15 Maret 2024.
"Polemiknya tinggi menurut saya karena keputusan impor yang terlalu telat, baik keputusannya maupun datangnya barang," tutur Yeka.
Yeka mendatangi Pasar Induk Cipinang dan Gudang Bulog kemarin bersama jajaran Ombudsman lainnya. Tujuan sidak adalah memastikan implementasi relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium sesuai ketentuan dan meninjau pasokan beras.
Yeka menemukan fakta bahwa beras yang diimpor pada 2023 terlambat datang atau baru masuk. Dia mengatakan, Indonesia mestinya punya strategi importasi jangka panjang.
"Tadi sudah kami cek, ada barang yang impornya tahun lalu baru masuk sekarang. Ini yang harus dibenahi. Bagaimana caranya? Kita harus memiliki strategi impor jangka panjang."
Yeka menjelaskan, dalam jangka 5 tahun ini rerata Indonesia mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton. Rencana impor jangka panjang seperti 5 tahun dapat membuat kepastian, sehingga tidak timbul polemik lagi nantinya.
Selanjutnya: "Kalau sekarang, mendadak impor. (Ketika) Indonesia mengimpor...."
<!--more-->
"Kalau sekarang, mendadak impor. (Ketika) Indonesia mengimpor, sudah bisa membuat Malaysia dan Filipina kebakaran jenggot, karena mereka juga butuh impor," tuturnya.
Selain itu, kata Yeka, potensi harga juga dapat meningkat jika impor mendadak. "Lobi-lobinya itu bukan dadakan. Dadakan pasti akan mendongkrak harga beras. Tapi harus jangka panjang. Deal, akan beli sekian, tinggal nanti kedatangannya diatur sedemikian rupa."
Dengan demikian, Bulog punya stok untuk 5 tahun yang akan datang. Hanya saja letaknya ada di luar negeri, bukan di dalam negeri. Namun, Yeka menegaskan bahwa ketepatan waktu kedatangan impor juga perlu diperhatikan.
"Jangan sampai harga beras naik, baru datang. Jangan sampai juga pada saat musim panen raya datang. Ataupun kalau datang boleh saja, tapi jangan sampai membanjiri ke pasar," kata dia.
Menurut Yeka, seharusnya perdebatan di antara kementerian perihal Indonesia akan surplus atau impor beras tidak perlu dan mestinya dihentikan. Pasalnya, korban atas meroketnya harga beras adalah masyarakat. Sementara itu, pejabat pemerintah dengan gaji yang tinggi tetap bisa membeli beras dengan harga mahal.
Maka dari itu, Ombudsman RI meminta skema seperti ini dihentikan. Sebagai solusi, pemerintah perlu menggunakan pendekatan knowledge-based approach atau berbasis ilmu pengetahuan.
"Data historical-nya, Indonesia itu rata-rata pasti mengimpor. Oleh karena itu, buatlah perencanaan impor jangka panjang."
Pilihan Editor: Soal Kelanjutan Beri Bantuan Beras, Jokowi: Kalau APBN-nya Memungkinkan...