Nalar Institute Nilai Besarnya Anggaran Pendidikan di Era Jokowi Belum Beri Dampak Signifikan
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Martha Warta Silaban
Sabtu, 27 Januari 2024 14:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Nalar Institute Ani Nur Mujahidah Rasunnah memaparkan kajiannya ihwal kebijakan perlindungan sosial di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Salah satunya soal hasil dari besarnya anggaran yang digelontorkan untuk sektor pendidikan.
Ani menilai penggunaan anggaran sebesar 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) belum berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. "Kita tahu skor PISA (Program Penilaian Pelajar Internasional) Indonesia cenderung di bawah rata-rata negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)," ujarnya dalam diskusi Outlook Perlindungan Sosial 2024 yang diselenggarakan Tempo di Jakarta pada Sabtu, 27 Januari 2024.
Pada 2000 skor PISA Indonesia dalam bidang membaca adalah 371. Angka ini turun signifikan pada 2022 menjadi 359. Hal yang sama juga terjadi pada skor bidang sains yang turun dari angka 393 pada 2005 menjadi 383 pada 2021.
Di sisi lain, ia mengungkapkan tingkat pengangguran paling banyak berdasarkan jenjang pendidikan adalah di tingkat SMK. Pada 2022, tercatat tingkat pengangguran lulusan SMK mencapai 9,42 persen.
Selain itu, lulusan S1 tercatat lebih banyak yang menganggur daripada lulusan D3. Nalar Institute mencatat tingkat pengangguran lulusan S1 pada 2022 mencapai 4,22 persen. Sedangkan lulusan D3 sebesar 3,59 persen. "Bahkan di beberapa tahun belakangan, S1 itu lebih banyak menganggur daripada jenjang SMP," ucap Ani.
Di Indonesia, jumlah pekerja informal juga masih lebih banyak dibandingkan pekerja formal. Pekerja informal ini juga rentan mengalami eksploitasi karena minim regulasi untuk kesejahteraan pekerja informal di Tanah Air.
Kemudian, tingkat kemiskinan ekstrem itu juga berkorelasi erat dengan tingkat pendidikan. Ani menggarisbawahi pemerintah pun tidak berhasil untuk mencapai targetnya yaitu kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024.
Selanjutnya: Program Kartu Prakerja ada di dua sektor<!--more-->
Padahal, ujar Ani, anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk sektor pendidikan amat besar. Alokasi anggaran program pendidikan yang paling besar adalah Kartu Prakerja. Sejak 2019 sampai 2023, dana yang untuk program Kartu Prakerja mencapai 51,8 triliun.
Ani menjelaskan program Kartu Prakerja ini berada di dua sektor, yaitu di pendidikan dan ketenagakerjaan. Pasalnya, program tersebut menyasar mahasiswa yang baru lulus kuliah itu agar bisa wirausaha atau pelatihan wirausaha.
Ditambah anggaran program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah Merdeka yang mencapai Rp 21,1 triliun dan Program Indonesia Pintar sebesar Rp 48 triliun pada periode yang sama. Namun, Nalar Institute pun menilai program-program tersebut belum berhasil menunjukkan dampak yang signifikan terhadap sektor pendidikan Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Humas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Azis Purwanto menyatakan akan menjadikan hasil kajian tersebut untuk perbaikan di masa yang akan datang. Sementara itu, ia berujar hingga saat ini PIP maupun program KPI masih akan terus berjalan.
Ihwal dampak dari program-program tersebut, Azis mengatakan KIP Kampus Merdeka banyak berdampak dalam mengurangi masa tunggu lulusan perguruan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan survei yang dilakukan Kemendikbudristek, tuturnya, penghasilan yang diterima pun relatif lebih tinggi.
Menurutnya, program KIP Kampus Merdeka telah memberikan mahasiswa kemerdekaan atau keleluasaan untuk belajar. Tidak hanya di dalam program studinya, tapi mahasiswa juga bisa memperluas ilmunya dengan mengambil mata kuliah di program studi lain. Ditambah kesempatan pertukaran mahasiswa dan proses magang untuk menambah pengalaman mahasiswa.
Pilihan Editor: Pemerintah Gelontorkan Rp 4,8 Triliun untuk Prakerja Tahun Ini, Bidik 1,2 Juta Peserta