Jubir Sri Mulyani Bicara Pajak, Sumber Dana untuk Penuhi Janji Politik Presiden Terpilih

Jumat, 22 Desember 2023 07:00 WIB

Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran" di Gedung Tempo, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus 2022. (Foto: Norman Senjaya)

TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo mengatakan di tahun politik, munculnya tawaran program baru menjadi hal yang lazim. Para calon presiden dan calon wakil presiden (Capres dan Cawapres), kata dia, ingin memikat hati rakyat, dengan memperbaiki, memperkuat, bahkan mengubah program yang sudah berjalan sebelumnya.

Meski begitu, ia mengingatkan kepada calon pemimpin itu ada biaya yang harus dipikirkan dalam menjalankan program itu. “Persoalannya, uangnya dari mana? Nah di titik ini rasanya kami perlu lebih serius memikirkan. Jelang debat Cawapres, saya ingin turut menghangatkan diskursus dengan membahas pajak,” cuit Prastowo dalam akun X pribadinya @prastow pada Rabu, 20 Desember 2023. Tempo diizinkan mengutip unggahan Prastowo.

Akhir-akhir ini, perpajakan kerap menjadi bahan diskursus publik. Menurut dia, hal itu menjadi kabar baik, artinya publik semakin sadar pentingnya pajak dalam sistem bernegara. Terlebih beberapa tahun belakang, pendapatan negara ditopang oleh penerimaan pajak.

Prastowo membagikan beberapa hal mengenai perpajakan di Indonesia, mengingat apapun program pemerintah baik saat ini dan nanti, pasti membutuhkan penerimaan pajak yang semakin tinggi. Dia menjelaskan sembilan poin mengenai pajak.

Pertama, pajak merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN sendiri adalah alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang menjadi tanggung jawab kita bersama. “Di tengah ketidakpastian global, ketegangan geopolitik, dan tekanan domestik, APBN dituntut untuk dapat menyangga kehidupan sosial ekonomi,” kata dia.

Advertising
Advertising

Prastowo menjelaskan keuangan negara tentu memiliki keterbatasan, maka perlu bergotong royong melalui pajak. Menurut dia, pajak identik dengan kemandirian dan welas asih, di mana yang tidak mampu dibantu, yang mampu membayar, semakin mampu bayar lebih besar.

Dengan demikian, pajak adalah bagian dari alat kebijakan untuk mencapai tujuan bernegara. Oleh karena itu, dari berbagai diskusi di ruang publik, kinerja perpajakan tidak semata-mata dilihat dari tax ratio saja. “Ada fasilitas/ insentif yang mesti diperhitungkan,” tutur Prastowo.

Kedua, Prastowo bicara mengenai gotong royong dengan mengutip penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang merupakan pondasi reformasi perpajakan Indonesia. Dia memberikan ilustrasi, bahwa APBN adalah instrumen mewujudkan tujuan negara. Di mana tiga pilar sektor swasta, masyarakat sipil, dan pemerintah berelasi secara dialektis.

Selanjutnya: “Pertama-tama bahkan pemerintah memberi..."

<!--more-->

“Pertama-tama bahkan pemerintah memberi insentif/ fasilitas kepada pelaku usaha agar bisnisnya tumbuh dan maju,” ucap dia.

Ibarat menanam pohon, kata Prastowo, pemerintah menggarap lahan, menyiangi rumput, menanam benih, menyiram, dan memupuk. Kelak ketika berbuah, sebagian saja diminta oleh pemerintah untuk dikembalikan ke publik dalam bentuk belanja APBN.

Hebatnya negara demokrasi, bahkan ketika uang pajak dikembalikan ke publik, rakyat sebagai warga negara dan pembayar pajak tetap punya hak politik untuk mengkritik dan mengawasi. Termasuk terlibat dalam penyelenggaraan negara.

Meski sederhana, menurut dia, ilustrasi ini tetap penting untuk memahami semesta perpajakan yang tidak sesederhana hanya memungut pajak. “Memungut dengan kaku-pucat dan seolah berjarak dengan realitas masyarakat,” kata Prastowo.

Ketiga, Prastowo melanjutkan, perdebatan bisanya kerap berhenti di satu isu yakni tax ratio—perbandingan total penerimaan pajak terhadap PDB. Tax ratio Indonesia pada tahun 2021 misalnya, mencapai 10,9 persen, masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.

Namun, posisi tax ratio tersebut bukan berarti menunjukkan pemerintah berpangku tangan dan bukan pula tanpa sebab. Prastowo juga menunjukkan grafik yang memperlihatkan betapa pendapatan negara, termasuk penerimaan pajak, pasca pandemi menguat dan konsisten tumbuh. “Ini jelas kabar baik!”

Sebelum menjabarkan apa saja yang dilakukan pemerintah, Pratowo juga membandingkan beberapa statistik dengan negara lain untuk memperoleh gambaran utuh dan penilaian yang lebih fair. Gambaran itu dijelaskan pada poin keempat.

Keempat, Prastowo menuturkan mengenai tarif pajak korporasi. Di negara-negara G20, tarif pajak korporasi Indonesia termasuk yang paling rendah (rata-rata 26,5 persen). Sementara, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD (rata-rata 23,57 persen), dan BRICS—kelompok negara berkembang Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan—(rata-rata 26,5 persen).

Selanjutnya: “Sedikit lebih tinggi dari rata-rata..."

<!--more-->

“Sedikit lebih tinggi dari rata-rata tarif negara-negara ASEAN (selisih 1,1 persen saja),” ujar Prastowo. “Nah, adakah yang berminat menaikkan tarif pajak penghasilan atau PPh korporasi sebagai salah satu strategi optimalisasi?”

Selanjutnya kelima, Prastowo menjelaskan tarif PPh orang pribadi layer tertinggi di Indonesia berasarannya 35 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan beberapa negara seperti Jepang, Eropa, Amerika Serikat, Australia, China, Korea, Afrika Selatan, bahkan India.

Sedangkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN)/ Pajak Penjualan di Indonesia juga masih lebih rendah dari rata-rata negara G20 (15,9 persen) dan OECD (19,2 persen). Meski melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 sudah disesuaikan menjadi 11 persen.

“Lagi-lagi, masih ada ruang. Apakah ada yang berminat menaikkan tarif? Saya baca kliping 5 tahun lalu, malah beberapa usul penurunan tarif PPh,” kata Prastowo.

Poin keenam, pemerintah mencanangkan kebijakan fiskal berupa belanja perpajakan (tax expenditure). Prastowo menjelaskan hal ini sesuai ilustrasi menanam pohon yang sebelumnya disinggung. Ada beberapa kebijakan pajak berupa belanja perpajakan di antaranya insentif pajak.

Insentif pajak, dia berujar, ditujukan untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga dan melindungi masyarakat serta pelaku usaha berpenghasilan rendah. Sehingga memicu pertumbuhan ekonomi yang diharapkan meningkatkan penerimaan pajak untuk jangka panjang.

Namun, hal itu menimbulkan trade off terhadap tax ratio untuk jangka pendek, di antaranya tarif pajak khusus bagi UMKM. Insentif pajak juga diberikan untuk sektor industri yang tujuannya untuk menarik investasi.

Pada 2022 saja diperkirakam nilai belanja perpajakan mencapai Rp 320 triliun. Angka yang sangat besar, setara 1,63 persen produk domestik bruto atau PDB. “Bagusnya, alokasi terbesar adalah Rp 69 triliun untuk UMKM dan Rp 140 triliun untuk rumah tangga,” kata dia.

Selanjutnya: Ketujuh, Prastowo menjelaskan bahwa insentif perpajakan...

<!--more-->

Ketujuh, Prastowo menjelaskan bahwa insentif perpajakan tidak hanya diberikan oleh pemerintah untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi. Tetapi juga untuk mendorong perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Hal itu disebutnya selaras dengan grafik diunggahnya, di mana saat pandemi pemerintah banyak mengeluarkan belanja perpajakan. Hasilnya Indonesia termasuk negara yang pulih paling cepat dan konsisten tumbuh di atas rata-rata ekonomi dunia, walaupun dihadapkan pada krisis geopolitik yang eskalatif.

Kedelapan, untuk mendorong tax ratio, pemerintah melakukan optimasi perluasan basis pajak, penguatan ekstensifiikasi pajak, serta pengawasan terarah dan basis kewilayahan. Optimasi tingkat kepatuhan dan integrasi dalam sistem perpajakan, dan efektivitas implementasi Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) untuk mendorong peningkatan rasio perpajakan.

“Kebijakan perpajakan, baik insentif pajak atau tarif tentu disesuaikan dengan kondisi terkini ekonomi,” tutur Prastowo.

Lalu yang kesembilan, dia mengatkan sudah mengelaborasi kondisi tantangan yang ada. Dia berharap, informasi yang diunggahnya berguna bagi para Capres dan Cawapres. Menurut dia, tentu masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Namun, era Presiden Jokowi, selama 2015-2023, setidaknya berupaya membangun sistem perpajakan Indonesia yang lebih baik.

“Dimulai dengan tax amnesty, askes informasi keuangan, integrasi NIK dan NPWP, perumusan kebijakan perpajakan internasional, dan pengembangan core tax system,” ujar dia.

Identitikasi persoalan dan tantangan juga menurut Prastowo menjadi penting, selain tentu penentuan target-target yang lebih terukur. Selanjutnya dapat disusun strategi yang lebih tepat, yang masuk akal hingga tahapannya jelas. Baik tax ratio, penguatan kelembagaan, maupun peningkatan kepatuhan sukarela.

Hal lain yang tak kalah penting, Prastowo berujar, adalah pemahaman bahwa isu pajak ini bukan sekadar isu ekonomi atau keuangan negara, tetapi sekaligus isu sosial politik. Maka memperhitungkan hal-hal tersebut sebagai variabel dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan di lapangan adalah keniscayaan.

“Selamat berkontestasi. Semoga kami berhasil mendapatkan pemimpin yang mampu memperkuat sistem perpajakan dan menjadikan pajak pilar peyangga kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik,” kata Prastowo.

Pilihan Editor: Viral Cak Imin Sebut Tukang Becak Bayar Pajak tapi Tak Nikmati Tol, Begini Pernyataan Lengkapnya

Berita terkait

TImbulkan Opini Negatif Masyarakat, Pakar Nilai Informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke Publik Tak Rinci

14 jam lalu

TImbulkan Opini Negatif Masyarakat, Pakar Nilai Informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ke Publik Tak Rinci

Pakar menilai komunikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada publik belum optimal, kerap memicu opini negatif masyarakat

Baca Selengkapnya

Faisal Basri Prediksi Dua Pos Anggaran yang Bakal Dialihkan untuk Program Makan Siang Gratis

18 jam lalu

Faisal Basri Prediksi Dua Pos Anggaran yang Bakal Dialihkan untuk Program Makan Siang Gratis

Ekonom senior Faisal Basri memprediksi dua sumber anggaran yang kemungkinan dapat dialihkan untuk mendanai makan siang gratis

Baca Selengkapnya

Panduan Menghitung Bea Masuk Barang Bawaan dari Luar Negeri, Pelancong Harus Tahu

19 jam lalu

Panduan Menghitung Bea Masuk Barang Bawaan dari Luar Negeri, Pelancong Harus Tahu

Jumlah barang bawaan penumpang tidak dibatasi, hanya saja harus membayar bea masuk jika nilainya melebihi batas keringanan USD500.

Baca Selengkapnya

Bobby Nasution Segel Mal Centre Point Karena Menunggak Pajak Rp 250 Miliar

1 hari lalu

Bobby Nasution Segel Mal Centre Point Karena Menunggak Pajak Rp 250 Miliar

Wali Kota Medan Bobby Nasution menyegel Mal Centre Point karena menunggak pajak Rp 250 Miliar sejak 2011 lalu.

Baca Selengkapnya

Staf Sri Mulyani Beberkan Rencana Perbaikan Bea Cukai, Apa Saja?

1 hari lalu

Staf Sri Mulyani Beberkan Rencana Perbaikan Bea Cukai, Apa Saja?

Yustinus Prastowo mengatakan Kementerian sudah menyiapkan beberapa rencana untuk menangani masalah di Bea Cukai.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Lapor Kondisi Ekonomi Global hingga Soal Bea Cukai ke Jokowi di Istana

1 hari lalu

Sri Mulyani Lapor Kondisi Ekonomi Global hingga Soal Bea Cukai ke Jokowi di Istana

Sri Mulyani menyampaikan informasi ihwal perkembangan perekonomian global terkini kepada Jokowi di Istana.

Baca Selengkapnya

Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah yang Disorot Masyarakat

1 hari lalu

Jokowi Akan 'Cawe-cawe' Beresi Bea Cukai, Ini Deretan Masalah yang Disorot Masyarakat

Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kepada Presiden Jokowi terkait sorotan publik terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Lapor Perkara Bea Cukai ke Jokowi di Istana, Janji Lakukan Perbaikan

1 hari lalu

Sri Mulyani Lapor Perkara Bea Cukai ke Jokowi di Istana, Janji Lakukan Perbaikan

Sri Mulyani juga menyampaikan tantangan Bea Cukai di era pesatnya perkembangan teknologi.

Baca Selengkapnya

16 PSN Baru akan Diteruskan Prabowo, Sektor Apa yang Mendominasi?

2 hari lalu

16 PSN Baru akan Diteruskan Prabowo, Sektor Apa yang Mendominasi?

Pemerintah menetapkan 16 PSN baru pada 2024 yang akan diteruskan pemerintahan Prabowo-Gibran. Sektor apa yang akan mendominasi?

Baca Selengkapnya

Chatib Basri Sebut Dampak Konflik Timur Tengah Bisa Timbulkan Defisit APBN Tembus Rp 300 Triliun

2 hari lalu

Chatib Basri Sebut Dampak Konflik Timur Tengah Bisa Timbulkan Defisit APBN Tembus Rp 300 Triliun

Chatib Basri menilai konflik yang terus-menerus di Timur Tengah berpotensi membuat defisit APBN hingga Rp 300 triliun.

Baca Selengkapnya