Banyak Pengaduan Soal Perusahaan Pialang, Bappebti: Kebanyakan karena Ketidakpahaman Nasabah
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Martha Warta Silaban
Senin, 30 Oktober 2023 22:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) membantah adanya kecurangan berupa intervensi yang dilakukan perusahaan pialang dalam perdagangan berjangka komoditi. Bappebti menyebut banyaknya laporan masyarakat soal ini karena faktor ketidakpahaman.
"Kebanyakan yang terjadi adalah masalah ketidakpahaman," kata Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko saat dihubungi pada Senin, 30 Oktober 2023.
Menurut Didid, ini adalah faktor knowing your customer alias KYC. Seharusnya, lanjut dia, pialang harus memastikan nasabah memahami masalah perdagangan komoditas.
Ini ditunjukkan dengan tanda tangan nasabah. Sehingga, menurut dia, secara hukum masyarakat sudah paham. Tapi kenyataannya banyak yang belum paham.
"Ilustrasinya, kalau kamu tanda tangan premi asuransi kan ada tulisan yang kecil-kecil panjang, pernah baca enggak kamu?" ujar Didid.
Menurut dia, masyarakat jarang membaca tulisan tersebut dan langsung menandatangani dokumen tersebut. Padahal, dokumen itu mengikat. "Orang enggak paham betul terus main gitu kan, bisa jadi dia beruntung menang, kalau enggak dia kalah," tutur Didid. "Sehingga ketika kalah, dia menganggap dia ditipu oleh si pialang itu."
Oleh sebab itu, menurut Didid, perlu ada pemeriksaan apakah ada penipuan atau tidak. Meski begitu, dia tidak menampik bahwa ada yang memang ditipu. Modusnya, uang nasabah diambil perusahaan pialang tapi tidak diinvestasikan.
Ia juga tak menampik ada nasabah yang menjadi korban pialang yang melakukan intervensi pada sistem. Tapi dia menyebut hanya ada satu kasus, yakni Sugiharto Hadi.
Pada kasus tersebut, Ombudsman RI telah mengeluarkan Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan atau LHAP. Laporan ini menyatakan bahwa Bappebti melakukan maladministrasi.
Selanjutnya: Ombudsman Ungkap Modus Pialang Intervensi Sistem<!--more-->
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan pihaknya telah menerima 28 laporan dari masyarakat mengenai dugaan kecurangan perusahaan pialang dan pedagang dalam perdagangan berjangka komoditi. Laporan ini diterima pada periode 2022-2023, dengan kerugian masyarakat mencapai Rp 60 miliar.
Dari 28 laporan ini, ada 6 laporan dengan kerugian Rp 3,6 miliar yang tengah diperiksa Ombudsman. Di sisi lain, Yeka menyebut ada pola yang sama dari 28 laporan ini.
"Ya split, delay, reject aja," ujar Yeka saat ditemui usai konferensi pers di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin, 30 Oktober 2023.
Dia menjelaskan, split, delay, dan reject digunakan perusahaan pialang untuk mengintervensi sistem dalam perdaganagn berjangka komoditi. Delay menyebabkan nasabah tidak bisa mengambil keuntungan karena sistem loading terus. Sedangkan reject membuat nasabah tidak bisa membeli (buy) atau menjual (sell) karena tiba-tiba terpental atau keluar dari sistem.
"Nah split misalnya kemarin kita beli Rp 1.000.000, sekarang kita mau jual udah bagus nih harga Rp 1.200.000. Misalnya mau jual 100 lot, tiba-tiba di-split, dari 100 lot itu 50 lot untuk ini, 50 lot untuk ini sehingga mengurangi peluang untuk mendapatkan keuntungan, bahkan bisa kerugian," beber Yeka.
Dia menyebut, praktek ini ditemukan dalam kasus Sugiharto Hadi yang mengalami kerugian sekitar Rp 34 miliar. Meski kasusnya sudah ditutup, namun Ombudsman masih terus melakukan monitoring. "Jangan-jangan ini masih jauh panggang dari api," tutur dia.
VINDRY FLORENTIN | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Perdagangan Bursa CPO Indonesia Hari Ini Dimulai, Bappebti: Volumenya Sedikit Banget, tapi Masih Oke