LRT Bali Bakal Dibangun dengan Pendanaan Kreatif, Bagaimana Skemanya?
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 25 September 2023 18:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN atau Bappenas Ervan Maksum menjelaskan pembangunan kereta rel ringan alias light rail transit atau LRT Bali membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) hanya Rp 3,5 triliun saja atau sekitar sepertigapuluh DKI Jakarta.
Hal itu, kata Ervan, membuat pemerintah daerah tidak mampu untuk menggelar proyek kereta layang itu. “Bagaimana untuk membangun kereta ini? Apakah dari pusat? Apakah dari loan (pinjaman)? Kalau kalau executive agency-nya dari pusat nanti dari pagunya Kementerian Perhubungan. Kita harus mencari creative financing (pendanaan kreatif),” ujar dia dikutip dari akun YouTube Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada bernama Pustralugm pada Senin, 25 September 2023.
Dia juga menjelaskan bahwa pembangunan itu bisa memanfaatkan green financing (pendanaan hijau). LRT Bali ini untuk pariwisata dan bisa membuat kualitas udara menjadi lebih baik, karena masyarakat akan beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. “Tapi kita coba dengan creative finance.”
Namun, di Bali ada masalah besar, di mana bangunan tidak boleh lebih tinggi daripada pohon kelapa. Sehingga satu-satunya jalan adalah LRT Bali harus dibangun di bawah tanah, dan itu membutuhkan dana yang bisa tiga kali lebih besar daripada membangun di atas.
“Kita total saja misal dari Bandara Ngurah Rai itu Rp 5 triliun, karena lewat bawah mahal sekali padahal cuma sekitar 4,5-4,9 kilometeran. Bagaimana cara pembiayaannya? Ini tidak bisa hanya stand alone dari DJKA atau Kemenhub, tapi dari semuanya, dari BUMN,” kata dia.
Ervan juga mengaku sudah berdiskusi dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi soal sumber dana yang berasal dari passanger service charge atau PSC (biaya layanan penumpang), seperti toilet dan lainnya. Karena, dalam satu hari Bandara Ngurah Rai bisa kedatangan hingga 58 ribu orang.
Otoritas pemberian PSC nantinya akan diatur oleh Kementerian Perhubungan
<!--more-->
Hal itu nantinya akan melibatkan PT Angkasa Pura I, Pemerintah Provinsi Bali, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI. Bahkan, hal itu juga sudah dibicarakan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Padjaitan. Di mana beban PSC untuk wisawatan sebesar US$ 10 yang akan dimasukkan ke dalam tiket pesawat.
“Karena penerbangan di Bali itu 60 persennya internasional, dan internasional US$ 10 di tiket itu enggak ada artinya. Ketika extended, waktunya bisa lebih pendek, tadinya 2 jam jadi 15 menit. Hitung-hitungannya, kita bukan dari spending (pengeluaran) dulu, tapi dari revenue-nya (pendapatan),” kata Ervan.
Dia melanjutkan bahwa setelah dihitung dengan 85 ribu orang turis yang datang maka bisa menghasilkan sekitar Rp 2 triliun. Misalnya nilai proyek pembangunan Rp 5 triliun, artinya kurang lebih bisa dihasilkan dari pendapatan selama tiga tahun. “Oh ketemu arahannya PSC, kita simulasikan kita dapat revenue-nya.”
Adapun otoritas pemberian PSC nantinya akan diatur oleh Kementerian Perhubungan. Namun hal itu masih perlu diuji. Namun, dengan US$ 10 tadi, jika layanannya lebih baik itu dampaknya akan benar-benar dirasakan wisawatan yang datang ke Bali.
“Nanti bisa kita tetapkan sehingga kepastian usaha investasi terhadap moda transportasi ini menjadi visible (terlihat). Itu satu, belum land value capture, kita belum hitung,” tutur Ervan.
Kementerian Perhubungan mulai mematangkan rencana pengembangan LRT Bali. Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Mohamad Risal Wasal, memastikan lembaganya akan menajamkan desain teknis rencana proyek tersebut bersama mitra bisnis dari Korea Selatan.
"Kami kejar studi kelayakan (feasibility study/FS) LRT Bali agar selesai tahun ini sehingga pembangunannya bisa segera dimulai," ujar dia pada 2 Juni 2023 lalu.
Entitas asing yang digandeng untuk proyek ini adalah Korean National Railway (KNR), operator dan penyedia kereta api milik pemerintah Negeri Ginseng; serta Korea Overseas Infrastructure and Urban Development Corporation (KIND), yang terbiasa menyokong pendanaan proyek kemitraan antar pemerintah. Menurut Risal, Dinas Perhubungan Bali dan tim KNR sudah mengerjakan pra-FS atau studi awal LRT pada 2021.
Awal gagasan proyek LRT Bali kembali mencuat
<!--more-->
Dari kajian itu, munculah rencana pengembangan jalur kereta ringan sepanjang 9,46 kilometer yang akan dibangun dalam dua tahap. Fase pertama berupa jalur sepanjang 5,3 kilometer dari Bandara I Gusti Ngurai Rai ke area Central Park Kuta di Kabupaten Badung.
Sedangkan sisa 4,16 kilometer lainnya disambung ke Kelurahan Seminyak. Dari sejumlah diskusi, jalur itu direncanakan juga bakal tersambung sampai ke daerah Mengwi. "Proyeksi demand dan konsep teknis jalur tersebut akan tergambar dalam FS yang akan disusun," ucap Risal.
Proyek LRT Bali kembali mencuat setelah dibahas Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika bertemu dengan petinggi KNR dan KIND di Korea Selatan pada 30 Mei lalu. Tak hanya soal LRT Bali, Budi pun membicarakan rencana kerja sama pembangunan fase keempat mass rapid transit (MRT) rute Fatmawati- Taman Mini Indonesia Indah.
Sesuai dengan hasil pertemuan, Risal menyebutkan studi kelayakan dan pembangunan fase pertama LRT Bali akan didanai melalui pinjaman atau official development assistance (ODA) dari pemerintah Korea Selatan. Pembiayaan fase berikutnya bakal ditanggung dengan skema kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU). Proyek ini akan berbasis jalur bawah tanah.
"Jalur layang akan sulit (dikembangkan di Bali). Jadi, paling aman dibuat underground,” kata Risa.
Sebelum Kementerian Perhubungan turun tangan, gagasan pembangunan LRT Bali merupakan inisiasi PT Angkasa Pura I (Persero). Kala itu, operator bandara tersebut ingin membangun jalur LRT untuk membawa penumpang dari Bandara I Gusti Ngurah Rai menuju Kuta.
Di sana terdapat aset milik perseroan. Merujuk pada keterangan di situs web resmi Dinas Perhubungan Bali pada akhir Januari 2020, Angkasa Pura I disebut sudah mengikat kesepahaman dengan perusahaan asal Korea Selatan.
MOH KHORY ALFARIZI | YOHANES PASKALIS
Pilihan editor: Rencana Pengembangan LRT Bali, Bakal Dibangun di Bawah Tanah?