BKF Sebut Tingkat Kemiskinan yang Turun jadi 9,36 Persen Sejalan dengan Fokus Pemerintah, Ini Target Jokowi
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Rabu, 19 Juli 2023 20:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan penurunan kemiskinan yang terjadi per Maret 2023 seiring dengan fokus kebijakan pemerintah.
"Sejalan dengan fokus kebijakan jangka pendek pemerintah untuk mempercepat penurunan kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen pada tahun 2024 mendatang,” kata Febrio dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa, 18 Juli 2023.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan tingkat kemiskinan sebesar 9,36 persen pada Maret 2023. Angka itu turun dibandingkan data per September 2022 yang sebesar 9,57 persen.
Angka tingkat kemiskinan per Maret 2023 itu juga lebih rendah ketimbang pada masa prapandemi per Maret 2019 yang sebesar 9,41 persen. Namun tingkat kemiskinan pada Maret 2023 itu masih sedikit di atas titik terendah prapandemi per September 2019 yang sebesar 9,22 persen.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 adalah sebesar 25,90 juta orang atau turun 0,46 juta orang dari September 2022. Secara akumulatif, sejak Maret 2021 hingga Maret 2023 tercatat 1,6 juta orang yang berhasil keluar dari garis kemiskinan.
Adapun secara spasial, tingkat kemiskinan per Maret 2023 menurun baik di perkotaan maupun di perdesaan. “Penurunan angka kemiskinan pada Maret 2023 ini sejalan dengan terus menguatnya aktivitas ekonomi, menurunnya angka pengangguran, serta inflasi yang semakin terkendali,” tutur Febrio.
Di saat yang sama, kata Febrio, penyaluran bantuan sosial atau bansos per triwulan I 2023 juga efektif dengan realisasi Program Keluarga Harapan (PKH) mencapai 89,3 persen. Sedangkan realisasi program Kartu Sembako mencapai 86,5 persen.
Per Maret 2023, pemerintah juga menggulirkan tambahan bantuan pangan beras dalam rangka menjaga akses pangan rumah tangga miskin dan rentan serta menjaga stabilitas harga pangan.
Febrio menyebutkan pemerintah terus berkomitmen untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas, dan menjaga stabilitas inflasi sehingga dapat mengakselerasi penurunan tingkat kemiskinan hingga di bawah level prapandemi.<!--more-->
Jokowi targetkan angka kemiskinan Indonesia 0,5 persen saat 100 tahun merdeka
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada bulan Juni kemarin menjelaskan tingkat kemiskinan di Indonesia yang saat itu sudah single digit yaitu 9,57 persen, tapi angka itu masih cukup tinggi. Dia memperkirakan kemiskinan pada 100 tahun Indonesia merdeka—tahun 2045—angkanya 0,5-0,8 persen.
“Tapi bukan hal yang mudah, bukan hal yang gampang," ujar Jokowi di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Juni 2023.
Sehingga, kata dia, momen pada 2030 di mana Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi harus dimanfaatkan. Pada tahun itu, ada 68,3 persen total penduduk Indonesia berusia produktif yang hanya terjadi sekali dalam peradaban sebuah negara.
Jokowi mengatakan hal itu bisa menjadi peluang, tapi juga bisa jadi sebuah bencana, jika Indonesia tidak bisa mengelolanya. Dia juga mencontohkan ada sebuah negara di Benua Afrika yang pada 2015 mendapatkan bonus demografi, tapi dalam 7 tahun justru terjadi pengangguran yang melonjak hingga 33,6 persen.
"Saya tidak usah sebut negaranya mana, tapi saya yakin bapak ibu tahu. Dan kita tidak ingin terjadi seperti itu. Tapi kita harus bekerja keras memanfaatkan peluang ini," tutur mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Dia pun mengatakan untuk menghadapi puncak bonus demograsi, Indonesia harus punya perencanaan taktis, visi yang taktis, dan strategi yang taktis agar bisa berkompetisi dengan negara lain. "Itu yang dulu-dulu kita enggak memiliki. Tapi sekarang saya tanya ke Menteri Bappenas. Sudah lebih taktis dan detail," kata dia.
Selain itu angka kemiskinan yang ditargetkan 0,5-0,8 persen itu, Jokowi juga memperkirakan GNI per kapita pada 2023 sudah mencapai angka US$ 5.030 per kapita. “Perkiraan kita di tahun 2045 angkanya kira-kira sampai US$ 30.300 per kapita. Itu lompatannya,” ucap Jokowi.
Jokowi juga mencontohkan Korea Selatan yangh dalam 8 tahun mampu keluar dari middle income trap county (jebakan negara berpendapatan menengah). Di mana angkanya pada 1987 pendapatan per kapitanya di angka US$ 3.500. Kemudian pada 1995 atau 8 tahun setelah itu melompat menjadi US$ 11.800.
“Lompatan seperti ini yang perlu kita tiru. Perlu kita contoh karena kualitas sumber daya manusianya yang fokus pada teknologi dan produktifitas,” kata dia.
RR ARIYANI | MOH. KHORY ALFARIZI
Pilihan Editor: BPS Sebut Impor dan Ekspor Indonesia Juni 2023 Sama-sama Turun, Berapa Nilainya?