Impor KRL Baru Disebut Lebih Mahal 10 Kali, Erick Thohir: Itu Keputusan, Tak Boleh Nabrak Aturan
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 26 Juni 2023 21:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menanggapi soal rencana mengimpor kereta rel listrik (KRL) baru, khususnya soal harga yang disebut lebih mahal 10 kali lipat dari yang impor KRL bekas. “Kan itu keputusan,” ujarnya di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Senin, 26 Juni 2023.
Menurut Erick, pemerintah tidak boleh menabrak peraturan yang ada. Sejumlah aturan kementerian menyebutkan tidak memperbolehkan impor barang bekas. Sehingga jangan sampai nanti impor bekas dilakukan, lalu di kemudian hari menjadi masalah.
Dia pun mengatakan bahwa keputusan impor KRL baru sudah berdasarkan rapat yang dihadiri beberapa stakeholder. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Adapun soal impor KRL baru yang berpotensi meningkatkan tarif, Erick belum bisa bicara banyak. “Karena ini kan belum duduk bersama lagi mengenai tarif, dan lain-lain,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana mengingatkan soal harga yang cukup mahal jika impor KRL baru dilakukan. Dia menjelaskan, memang pembelian KRL baru itu lebih baik dari pada mengimpor yang bekas.
Karena kualitasnya lebih bagus, masa manfaat lebih panjang, dan biaya pemeliharaannya lebih efisien daripada beli bekas. “Tapi kan harganya bisa 10 kali lipat,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 23 Juni 2023.
Selanjutnya: Dampaknya, menurut Aditya, pasti akan berdampak...
<!--more-->
Dampaknya, menurut Aditya, pasti akan berdampak pada biaya operasional KCI. “Biaya ini nanti dibebankan kepada siapa?” kata dia. Karena kereta yang menghubungkan Jabodetabek itu sifatnya public service obligation atau PSO, jika dibebankan kepada masyarakat, berarti tarifnya yang akan naik.
Namun jika dibebankan ke pemerintah, berarti nilai PSO-nya yang harus dinaikkan. Padahal, di sisi lain, pemerintah berwacana ingin mengurangi PSO dengan cara menyesuaikan tarif KRL atau dengan memberikan subsidi yang tepat sasaran.
Jika solusinya membeli tiga rangkaian KRL baru, Aditya berujar, membuka potensi penurunan jumlah penumpang. Karena tetap ada rangkaian KRL yang harus masuk ke balai yasa untuk peremajaan yang membutuhkan waktu sekitar setahun lebih.
“Berarti belum ada penggantinya, wong KRL barunya datangnya juga enggak akan cepat. KRL impor bekas jauh lebih cepat daripada mendatangkan beli baru,” ucap Aditya.
MOH KHORY ALFARIZI | M JULNIS FIRMANSYAH
Pilihan Editor: Impor KRL Bekas Batal, Erick Thohir: Alhamdulillah, Kalau Baru Lebih Bagus Secara Teori