Percepatan Swasembada Gula Diprediksi Sulit Berhasil, Ini Sebabnya
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 20 Juni 2023 11:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, mengatakan Perpres Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) akan sulit berhasil. Apa sebabnya?
"Untuk mencapai swasembada gula konsumsi pada 2028 saja sudah berat, apalagi mencapai swasembada gula industri pada 2030, dan terlebih lagi jika harus pula menyediakan tebu untuk bioetanol. Perpres ini terlalu ambisius," ujar Yusuf secara tertulis, Selasa, 20 Juni 2023.
Sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi, lanjut dia, target swasembada gula sebenarnya telah dicanangkan. Namun, Yusuf menilai kinerja industri gula nasional tidak membaik hingga kini.
Yusuf mencatat, pada 2018 impor gula mencapai 5 juta ton. Sedangkan pada 2022, angka impor gula menembus 6 juta ton. Jika luas lahan perkebunan tebu dibandingkan, luasnya pada 2017 adalah 420 ribu hektare sementara pada 2022 hanya sedikit meningkat menjadi 490 ribu hektare.
Menurut Yusuf, untuk mencapai swasembada gula konsumsi setidaknya butuh tambahan lahan perkebunan tebu baru hingga 250 ribu hektare. Sedangkan untuk mencapai swasembada gula industri setidaknya butuh tambahan lahan perkebunan tebu baru hingga 450 ribu hektare.
"Jika dalam 5 tahun pemerintah hanya mampu menambah lahan perkebunan tebu baru 70 ribu hektare, bagaimana cara pemerintah menambah lahan baru hingga 700 ribu hektare dalam 7 tahun ke depan?" beber Yusuf.
Sulit menambah lahan perkebunan tebu baru di Jawa
<!--more-->
Lebih jauh, kata dia, lahan perkebunan tebu itu harus berada dekat dengan pabrik gula. Dia menilai, jika lahan perkebunan tebu jauh dengan pabrik gula yang lokasinya sebagian besar di Jawa, maka menjadi tidak berguna.
"Menambah lahan perkebunan tebu baru di Jawa adalah sangat sulit. Mempertahankan lahan yang sudah ada dari konversi lahan saja sudah sulit, apalagi menambah lahan baru," ungkap Yusuf.
Lebih lanjut, dia menuturkan jika kebutuhan 700 ribu hektare lahan baru itu terpenuhi dengan membuka lahan di luar Jawa, harus dipastikan kecocokan lahan serta didukung investasi yang memadai untuk membuka pabrik gula baru.
Dengan lahan tebu yang kini sebagian besar berlokasi di Jawa dan Lampung yang lahannya relatif subur, lanjut dia, produktivitas lahan hanya 70 ton per hektare. Menurut dia, secara ideal produktivitas lahan tebu adalah 90 ton per hektare.
Untuk swasembada gula, Yusuf menilai dibutuhkan pengawasan efektif terhadap impor gula dan menghapus perburuan rente dalam impor gula rafinasi. Selama pasar domestik terus dibanjiri gula impor yang lebih murah, kata dia, maka target swasembada akan terus menjadi utopia.
"Kini, Indonesia adalah importir gula terbesar ke-2 di dunia, dan ada banyak pihak yang diuntungkan dari impor gula yang masif ini," tutur dia.
Peta jalan atau road map percepatan swasembada gula
<!--more-->
Sebelumnya pada Jumat, 16 Juni 2023, Jokowi telah meneken Perpres Nomor 40 Tahun 2023. Pada Pasal 1 Ayat 1 dijelaskan, tujuan pemerintah melakukan percepatan swasembada gula nasional untuk menjamin ketahanan pangan nasional, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong industri, serta mendorong perbaikan kesejahteraan petani tebu dan meningkatkan ketahanan energi dan pelaksanaan energi bersih.
"Percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pemenuhan kebutuhan gula konsumsi dan industri, serta peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tebu sebagai bahan bakar nabati (biofuel)," begitu bunyi Pasal 1 Ayat 2, dikutip Selasa, 20 Juni 2023.
Dalam beleid itu juga mengenai peta jalan atau road map, yakni:
a. peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 ton per hektare melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan tebang muat angkut;
b. penambahan areal lahan baru perkebunan tebu
seluas 700.000 hektar yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu ralgrat, dan lahan kawasan hutan;
c. peningkatan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 1 1,2 persen;
d. peningkatan kesejahteraan petani tebu; dan
e. peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari
tanaman tebu paling sedikit sebesar 1.200.000 kilo liter.
Selain itu, Perpres tersebut juga mengatur tenggat waktu pencapaian swasembada gula, yakni pada 2028 untuk kebutuhan konsumsi dan 2030 untuk industri.
Pilihan editor: Jokowi Targetkan Percepatan Swasembada Gula Nasional, Begini Aturannya