Pemerintah Klaim Pasir Laut yang Diekspor Hanya Sedimentasi, Pengamat: Bertentangan dengan Hasil Riset Ilmiah
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Grace gandhi
Sabtu, 3 Juni 2023 17:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan buka suara soal klaim pemerintah bahwa pasir laut yang diekspor hanya berupa hasil sedimentasi. Ia berujar hal itu tidak sesuai dengan hasil riset ilmiah.
"Sejauh ini, justru bertentangan dengan hasil riset ilmiah," tutur Abdi saat dihubungi Tempo, Sabtu, 3 Juni 2023.
Seperti diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pembukaan kembali ekspor pasir laut disebabkan oleh tingginya kebutuhan untuk reklamasi. Dia pun menekankan kebijakan ini tidak akan merusak ekosistem laut karena yang dikeruk hanya berupa sedimentasi laut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga berdalih ekspor yang diatur dalam regulasi itu bukan pasir laut, melainkan sedimen. "Yang dibolehkan itu sedimen. Kan kanal itu banyakan terjadi pendangkalan, karena pengikisan dan segala macam," tuturnya di kawasan Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat pada Rabu, 31 Mei 2023.
Padahal berdasarkan riset ilmiah Physical Geography University of Sakatchewan tahun 2019, Andi menuturkan, bahan baku yang dibutuhkan untuk proyek reklamasi bukan sedimen seperti yang disebut oleh Trenggono. Dia menjelaskan pasir laut yang digunakan untuk konstruksi reklamasi adalah yang berjenis angular atau bertekstur kasar. Dengan demikian, yang dibutuhkan adalah pasir yang ditambang dari dasar laut dan pantai.
Abdi menekankan kebijakan penambangan pasir laut akan menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat pesisir. Sebab, langkah tersebut dapat pencemaran perairan, merusak terumbu karang, sehingga jumlah tangkapan nelayan akan menurun.
Selanjutnya: Selain itu, kebijakan ini akan memicu konflik masyarakat....
<!--more-->
Selain itu, kebijakan ini akan memicu konflik masyarakat yang kerap kali diabaikan oleh pemerintah. "Padahal masyarakat sudah menyampaikan pengaduan dan protes," tuturnya.
Seperti diketahui, Indonesia sebelumnya sudah melarang ekspor pasir laut sejak 20 tahun lalu lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Dalam SK itu disebutkan, alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir.
Alasan lainnya, proyek reklamasi di Singapura yang mendapatkan bahan bakunya dari pasir laut perairan Riau pun dikhawatirkan memengaruhi batas wilayah antara kedua negara.
Kemudian pada 15 Mei lalu, Presiden Joko Widodo alias Jokowi kembali membuka keran ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Kini kementerian terkait sedang menyusun aturan teknis pelaksanaan kebijakan ini.
Pilihan Editor: KAI Daop 2 Catat Jumlah Penumpang Kereta Api Meningkat di Libur Panjang Waisak
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini