Luhut Jadi Ketua Pengarah Satgas Sawit, Hasil Audit Industri Sawit Diminta Diungkap
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Selasa, 18 April 2023 15:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi sipil merespons ihwal penunjukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Pengarah Satuan Tugas (Satgas) Sawit. Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien mengatakan langkah awal yang seharusnya dilakukan untuk membenahi tata kelola sawit adalah membuka hasil audit tata kelola industri sawit terlebih dahulu.
Adapun audit telah dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun lalu. Namun hasilnya tak kunjung dipublikasikan. Padahal, menurut Andi, hasil audit ini penting diketahui untuk mendapatkan gambaran utuh terkait persoalan sawit di Indonesia, mulai dari hulu sampai ke hilir.
"Hasil audit inilah yang kami harapkan bisa menjadi pijakan untuk menentukan langkah pembenahan tata kelola selanjutnya," ujar Andi dalam keterangannya kepada Tempo pada Selasa, 18 April 2023.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo alias Jokowi membentuk satuan tugas khusus untuk mengatasi permasalahan di industri sawit. Pembentukan satuan tugas tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara tertanggal 14 April 2023.
Dalam Keppres itu disebutkan, Satgas dibentuk dalam rangka penanganan dan peningkatan tata kelola industri sawit. Selain itu, beleid itu juga menyebutkan Satgas ini berfungsi untuk penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri sawit.
Selanjutnya: Belum ada data terkait agro industri sawit
<!--more-->
Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan selama ini pemerintah belum memiliki data yang valid terkait berbagai hal tentang agro industri sawit. Selain itu, Achmad berujar sangat sedikitnya data-data yang bisa diakses oleh publik untuk memantau pengelolaan perkebunan sawit.
Padahal, ia menilai keterbukaan penting untuk melakukan pengawasan. Sebagai gambaran saja, tuturnya, masih ada perbedaan data luasan perkebunan sawit antara instansi pemerintah. "Ada 16,3 juta hektar, ada 16,8 juta hektar," kata dia.
Rambo pun berharap hasil audit ini nantinya diikuti dengan penegakan hukum jika ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan aktivitas berusaha di industri sawit. Tanpa penegakan hukum yang tegas, menurutnya, perbaikan tata kelola sawit akan percuma karena pelanggaran akan terus berulang.
Di sisi lain, ia menilai sebenarnya pemerintah telah mempunyai kebijakan yang baik, tetapi miskin dalam implementasinya. Misalnya, Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit atau yang dikenal sebagai Inpres Moratorium Sawit Aturan ini berakhir pada November 2021 lalu.
Sampai hari ini, ucap Rambo, masyarakat tidak tahu apa hasil dari tim kerja dalam inpres moratorium tersebut. Padahal, tujuan dan kerangka kerja dalam tim kerja moratorium sawit ini sebetulnya tidak jauh berbeda dengan satuan tugas yang baru dibentuk, yakni untuk perbaikan tata kelola agro industri sawit–meski Satgas Sawit lebih fokus pada pendapatan negara.
"Jadi jangan sampai pemerintah berkutat pada pembentukan tim-tim terus, tetapi persoalan utama perkebunan sawit masih terus saja eksis dan tak terselesaikan hingga akarnya," kata dia.
Pilihan editor: Kembali dari China, Luhut Sebut Kereta Cepat Beroperasi Agustus 2023
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini