Data Transaksi Janggal Rp 349 Triliun, Sri Mulyani: Sama dengan Mahdfud MD, Beda Presentasinya
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Selasa, 11 April 2023 21:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa data Kementerian Keuangan soal transaksi mencurigakan atau transaksi janggal Rp 349.874.187.502.987 atau Rp 349 triliun sama dengan yang disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.
“Data sama tapi berbeda presentasinya,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi III di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada Selasa, 11 April 2023.
Menurut Sri Mulyani, nilai transaksi Rp 349 triliun itu berasal dari 300 surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terdiri dari 65 surat dengan nilai transaksi Rp 253 triliun berkaitan dengan data perusahaan dan korporasi. Dalam hal ini dibedakan antara data korporasi perusahaan yang ada di dalam domain Kemenkeu—Direktorat Jenderal Bea Cukai—menyangkut seluruh kegiatan perusahaan.
“Seperti cukai, bea masuk dan keluar, pajak ekspor, semuanya. Itu nilainya bisa ratusan triliun bahkan ribuan triliun. Pajak yang menyangkut seluruh penerimaan, pajak PPh 21, 22, 23, 25, 26, 29 semuanya itu adalah yang disebut objek dari tugas dan fungsi Kemenkeu,” kata Sri Mulyani.
Dari jumlah 65 surat itu, PPATK meminta Kemenkeu untuk melihat kemungkinan terjadi tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Nilai transaksi itu, menurut Sri Mulyani, isinya debit kredit dan transaksi operasional perusahaan korporasi, termasuk Rp 189 triliun—kasus di Ditjen Bea Cukai—yang disebut secara khusus.
Bendahara negara ini mengatakan, 65 surat itu, jika disebutkan ada nama pegawai Kemenkeu, dia akan melakukan penyelidikan di internal Kemenkeu sendiri. “Saat ini kami terus melakukan, apalagi kalau ada data tambahan. Kami memulai dari Rp 3,3 triliun yang kami sampaikan di Komisi XI (pada 27 Maret 2023) versus Rp 35 triliun yang disampaikan Mahfud MD di Komisi III (pada 29 Maret 2023).
Sri Mulyani menjelaskan, sebelumnya yang disampaikannya di Komisi XI mengenai transaksi senilai Rp 22 triliun itu berasal dari 135 surat PPATK. Kemudian dipilah ternyata dari Rp 22 triliun itu hanya Rp 3,3 triliun yang menyangkut pegawai Kemenkeu. Sri Mulyani menegaskan bahwa transaksi itu bukan korupsi, itu adalah informasi transaksi debet kredit dari pegawai yang diidentifikasi.
“Termasuk masuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli harta rumah, dalam kurun waktu 2009-2023,” ucap Menkeu Sri Mulyani.
Selanjutnya: Para pegawai tersebut, menurut Sri Mulyani....
<!--more-->
Para pegawai tersebut, menurut Sri Mulyani, telah ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu karena menyangkut pegawai internal Kemenkeu. Di dalam Rp 3,3 triliun ini juga termasuk surat PPATK kepada Kemenkeu pada saat pihaknya membutuhkan data untuk melakukan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), terutama untuk mutasi dalam rangka fit and proper test.
“Jadi Rp 3,3 triliun adalah seluruh transaksi dari nama pegawai yang disebutkan PPATK. Oleh karena itu yang kami sampaikan ke Komisi XI adalah yang Rp 3,3 triliun ini,” tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengatakan soal transaksi Rp 18,7 triliun yang juga berasal dari data PPATK. Sri Mulyani menuturkan, transaksi itu menyangkut empat perusahaan dan dua orang pribadi yang ditengarai ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu.
“Kemudian perbedaannya di mana? Pak Menko (Mahfud MD) menyampaikan Rp 35 triliun, di kami Rp 3,3 triliun,” kata dia.
Yang disampaikan senilai Rp 3,3 triliun itu, Sri Mulyani berujar, adalah menyangkut pegawai Kemenkeu, sementara yang Rp 18,7 triliun data korporasi. Sisanya Rp 13 triliun adalah data yang ada nama pengawai Kemenkeu yang merupakan surat-surat yang dikirim ke aparat penegak hukum (APH) sebanyak 64 surat.
Karena surat itu tidak dikirim ke Kemenkeu—hanya menerima informasi dari PPATK mengenai nomor suratnya saja—Sri Mulyani tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. Sehingga pada saat di Komisi XI, Sri Mulyani hanya fokus pada surat yang dia terima dan bisa membuka kembali seluruh data menyangkut surat tersebut.
“Itu yang membedakan, sama tapi beda presentasi. Pak Menko menyampaikan Rp 35 triliun karena itu semuanya menyebut nama pegawai Kemenkeu, Rp 22 triliun yang ditujukan ke kami, dan Rp 13 triliun di APH,” tutur Sri Mulyani.
Pilihan Editor: Tinjau Pelabuhan Merak Jokowi Minta Lonjakan Pemudik Harus Diantisipasi: Kejadian Tahun Lalu Jangan Terulang Lagi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini