Sri Mulyani Beberkan Surat PPATK soal Transaksi Rp 349 T, Seperti Apa Isinya?
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 28 Maret 2023 08:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan isi surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun. Menurut dia, ada dua surat yang diterima Kemenkeu, pertama adalah surat yang dikirimkan pada Kamis, 9 Maret 2023, dan surat kedua pada Senin, 13 Maret 2023.
Surat pertama diterima Sri Mulyani sehari setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md menyampaikan kepada media mengenai transaksi janggal di Kemenkeu sebesar Rp 300 triliun. Dia mengaku mengecek ke Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, karena tidak ada surat yang masuk ke Kemenkeu mengenai transaksi itu.
“Pada Kamis, 9 Maret 2023, Kepala PPATK baru mengirimkan surat nomornya SR/2748/AT.01.01/III tahun 2023 tertanggal 7 Maret,” ujar dia dalam rapat bersama Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta Pusat pada Senin, 27 Maret 2023.
Surat tersebut berisi 36 halaman lampiran mengenai surat-surat PPATK ke Inspektorat Jenderal Kemenkeu periode 2009-2023. “Ada 196 surat di dalam 36 halaman lampiran. Di situ tidak ada data mengenai nilainya. Jadi hanya surat, ini PPATK pernah ngirim tanggal sekian, nomor sekian dengan nama orang-orang yang tercantum dalam surat tersebut,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengaku bingung dengan surat yang tidak ada informasi angkanya. Kemudian, dia meminta kembali kepada Kepala PPATK, di mana surat yang ada nilai transaksi janggal itu. Saat itu, Kemenkeu belum bisa berkomentar soal transaksi mencurigakan itu.
Kemudian, Sri Mulyani melanjutkan, pada Senin,13 Maret 2023, Kepala PPATK mengirim surat kedua nomor SR/3160/AT.01.01/III tahun 2023. Dalam surat itu jumlah ada 43 halaman yang berisi daftar 300 surat. Termasuk ada angka Rp 349 triliun. “Kami sampaikan kepada ibu bapak sekalian angka Rp 349 triliun dari 300 surat yang ada di dalam lapiran surat itu,” ucap dia.
Namun, ternyata dari nilai Rp 349 triliun itu, pertama 100 surat adalah surat PPATK ke aparat penegak hukum lain bukan ke Kemenkeu. Menurut dia, 100 surat PPATK ke aparat penegak hukum lain itu transaksinya Rp 74 triliun periode 2009-2023.
Selanjutnya: Selain itu, senilai Rp 253 triliun tertulis...
<!--more-->
Selain itu, nilai transaksi senilai Rp 253 triliun tertulis dalam 65 surat yang merupakan data dari transaksi debit kredit operasional -perusahaan dan korportasi yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kemenkeu.
“Ini ada hubungannya dengan fungsi pajak dan bea cukai, terutama Rp 253 triliun ini yang paling besar itu Rp 189 triliun di satu surat, itu sangat besar maka kami melihat apa itu,” tutur Sri Mulyani.
Sehingga yang benar-benar berhubungan dengan Kemenkeu dan menyangkut tupoksi pegawai Kemenkeu ada 135 surat nilainya Rp 22 triliun. Bahkan, Sri Mulyani berujar, Rp 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang tidak ada hubungan dengan Kemenkeu.
“Jadi yang benar-benar nanti berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu Rp 3,3 triliun, ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh tranasksi debit kredit pegawai yang di-inquiry, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah,” ucap dia.
Itu pun, Sri Mulyani menuturkan, periode 2009-2023 data permohonan untuk melakukan fit and proper test atau Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (BAPERJAKAT) mencari data seorang pegawai. “Minta data si X pegawai kita maka kita dapat transaksi dari pegawai itu. Jadi ya tidak ada hubungannya dalam rangka untuk pidana atau korupsi tapi untuk profiling dari risk pegawai kita,” tuturnya.
Pilihan Editor: Kronologi Pegawai Bea Cukai Viral Usai Komentari Curhat Warganet Soal Pajak hingga Direspons Stafsus Sri Mulyani
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.