Desak Pemerintah Batalkan Pemotongan Upah Buruh, Serikat Pekerja Demo Kantor Kemenaker Hari Ini
Reporter
Riri Rahayu
Editor
Agung Sedayu
Selasa, 21 Maret 2023 07:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia meminta pemerintah membatalkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Pasalnya, peraturan yang diteken Menteri Ida Fauziyah tersebut memberi lampu hijau bagi pengusaha untuk memotong upah buruh atau pekerja sebesar 25 persen. Hari ini serikat buruh dan pekerja akan menggelar demonstrasi di Kantor Kemenaker.
“Ini keputusan yang sangat menyakiti hati pekerja dan buruh. Pemerintah dalam hal ini sangat minim empati atas kondisi pekerja dan buruh Indonesia,” kata Presiden Aspek, Mirah Sumirat, melalui keterangan tertulis, Selasa, 21 Maret 2023.
Mirah berujar pihaknya bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan beberapa organisasi serikat pekerja dan buruh lainnya akan melakukan aksi unjuk rasa di kantor Kementerian Ketenagakerjaan pada 21 Maret 2023. Mereka meminta pemerintah mencabut beleid tersebut.
Menurut Mirah, Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 menambah penderitaan buruh dan pekerja. Terlebih sebelumnya juga telah diterbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2023 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) yang membuat JHT baru bisa dicairkan jika pemiliknya sudah berusia 56 tahun atau meninggal dunia. Permenaker JHT juga menuai polemik dan ditolak mentah-mentah oleh para buruh karena berpotensi merugikan para buruh dan pekerja, yang akhirnya direvisi pemerintah.
“Belum usai rasanya para pekerja dan buruh merasakan dampak dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan PHK massal sebagian besar di semua sektor,” ujar Mirah.
Dia berujar, banyak pekerja dan buruh dirumahkan tapi upahnya tidak dibayar. Selain itu, daya beli pekerja dan buruh menurun karena keputusan upah murah pada tahun 2021 dan 2022 dampak dari terbitnya PP Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja. Tak berselang lama, beban buruh ditambah adanya kenaikan bahan bakar minyak alias BBM pada September 2022. Kemudian di akhir tahun, mendapat kejutan Perpu Cipta Kerja.
“Lalu sekarang muncul peraturan yang kembali merugikan para pekerja/buruh, yaitu Permenaker Nomor 5 Tahun 2023, di mana upah buruh pada sektor ekspor diperbolehkan dipotong sebesar 25 persen,” ujar Mirah.
Mirah mengatakan pemotongan upah hingga 25 persen bakal menurunkan menurunkan daya beli para pekerja/buruh dan menimbulkan diskriminasi upah antarpekerja ekspor dan domestik. Selain itu, tidak menutup kemungkinan Permenaker tersebut disalahgunakan pengusaha untuk menerapkannya di sektor manapun.
“Tidak boleh ada pemotongan upah di sektor industri manapun karena pemotongan upah sejatinya merupakan pelanggaran berat dan ini tindak pidana kejahatan,” tegas Mirah.
Berikutnya: Diterapkan Sesuai Kesepakatan ...
<!--more-->
Diterapkan Sesuai Kesepakatan
Sebelumnya, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 diterbitkan untuk memberikan perlindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja atau buruh.
“Selain itu, untuk menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar,” kata Putri melalui keterangan tertulis, Jumat, 17 Maret 2023.
Putri mengatakan, kriteria perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor tersebut adalah memiliki pekerja atau buruh paling sedikit 200 orang. Dengan persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen, serta bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa.
Industri tersebut meliputi industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furniture, dan industri mainan anak.
“Agar tidak terjadi dampak yang tidak kita inginkan, seperti PHK, maka industri padat karya sesuai kriteria-kriteria tersebut dapat melakukan pembatasan kegiatan usaha dengan menyesuaikan waktu kerja dan pembayaran upah,” katanya.
Industri padat karya tersebut, lanjut Putri, dapat kurang dari jam kerja dari 7 jam per hari dan 40 jam per minggu untuk perusahaan yang memberlakukan waktu kerja 6 hari kerja dalam seminggu. Sedangkan untuk waktu kerja 5 hari dalam seminggu, maka waktu kerja dapat kurang dari 8 jam per hari dan 40 jam per minggu.
Pengurangan waktu kerja tersebut, lanjut Putri, tidak dapat diperhitungkan sebagai kekurangan untuk waktu kerja yang akan diterapkan setelah berakhirnya penyesuaian waktu kerja. Adapun ketentuan upah yang dibayarkan, yakni minimal 75 persen dari upah yang biaya diterima pekerja atau buruh. Penyesuaian tersebut juga hanya berlaku 6 bulan sejak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 berlaku.
“Selain itu, harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh,” tegasnya.
Pilihan Editor: Partai Buruh Nilai Menteri Zulkifli Hasan Gagal Melindungi Pasar Domestik dari Serbuan Baju Bekas Impor
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.