Serikat Buruh: Krisis Global Hanya Dalih Potong Gaji, Banyak Perusahaan Berekspansi
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Senin, 20 Maret 2023 21:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi serikat buruh di industri tekstil, sepatu, dan kulit menilai krisis global hanya dalih pemerintah dan pengusaha untuk memotong upah buruh. Koordinator aliansi serikat buruh, Dialog Sosial Sektoral, Emelia Yanti Siahaan mengatakan sejak pandemi Covid-19 jurtru banyak perusahaan di industri padat karya itu melakukan ekspansi.
"Banyak perusahaan di industri ini yang justru ekspansi ketika krisis, bukan melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja)," ujar Emelia ditemui Tempo di Jakarta Pusat pada Senin, 20 Maret 2023.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan izin pemotongan upah kepada perusahaan berorientasi ekspor dan terdampak perlambatan ekonomi untuk memotong gaji buruhnya hingga 25 persen.
Izin tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Ia menjelaskan di beberapa perusahaan memang terjadi penurunan permintaan ekspor, khususnya untuk pasar Eropa. Hal itu terjadi akibat imbas perang Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung hingga saat ini. Namun, menurutnya, hal itu tidak serta merta membuat penjualan produk menurun.
Pasalnya, tutur Yanti, perusahaan langsung mengalihkan penjualan ke pasar Amerika dan Asia. Ia berujar perusahaan tekstil, sepatu, dan kulit berorientasi ekspor banyak menutup pabrik, namun bukan karena bangkrut.
Selanjutnya: Relokasi pabrik demi upah lebih murah
<!--more-->
Dia mengungkapkan beberapa pabrik di kota-kota industri seperti Jakarta, Bekasi, dan Karawang tutup karena merelokasi ke wilayah dengan upah lebih rendah. Perusahaan juga melakukan ekespansi ke daerah-daerah yang berupah murah, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur
"Mereka punya pabrik baru dan bahkan melakukan open rekrutmen dua kali lipat daripada pabrik mereka yang sebelumnya," ucap Emelia.
Perwakilan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno juga mengungkapkan hal yang sama. Dia mencatat, PHK terjadi karena perusahaan-perusahaan itu banyak yang ekspansi dan relokasi. Sunarno menuturkan jumlah karyawan yang mengalami PHK sebetulnya sangat sedikit.
"Bahkan di catatan kami hanya perusahaan menegah bawah yang melakukan PHK. Kalau yang dimaksud perusahaan besar yang berorientasi ekspor besar itu hampir tidak ada," ujarnya.
Pabrik-pabrik di kota-kota besar industri seperti Tangerang, jakarta, Bekasi, Karawang, menurutnya, hanya pindah ke pinggiran Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sunarno menilai isu PHK itu justru digunakan pengusaha untuk mendegradasi hak-hak buruh. Contohnya soal kenaikan upah yang dianggap terlalu tinggi. Menurut dia, memunculnya isu itu mendesak agar kaum buruh tidak lagi menuntut kenaikan upah yang lebih tinggi.
Seperti diberitakan sebelumnya, aliansi serikat buruh Dialog Sosial Sektoral mengungkapkan ada lima asosiasi pengusaha, termasuk Apindo, yang mengirimkan surat kepada Menaker sebelum terbitnya izin pemotongan upah buruh. Surat tersebut berisi permintaan agar Menaker menerbitkan aturan tambahan soal fleksibilitas jam kerja hingga pemotongan upah para buruh.
Lima asosiasi tersebut adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Apresindo), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Korean of Garment Association (KOGA), dan Korean of Footwear Association (KOFA). Emelia mengaku memiliki salinan surat tersebut. Ia berujar kelima asosiasi itu mengirimkan surat pada 7 Oktober 2022.
Enam bulan setelah surat itu dikirim, Menaker menerbitkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang mengatur soal izin pengurangan jam kerja buruh hingga pemangkasan upah sampai 24 persen dari upah bulanan yang biasa dibayarkan.
Pilihan Editor: Perizinan Potongan Upah 25 Persen Disebut Legalisasi Penurunan Kesejahteraan Buruh
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini