TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Buruh menilai Permenaker No 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Padat Karya telah melegalisasi penurunan kesejahteraan buruh.
"Permenaker ini secara substansi merupakan legalisasi penurunan kesejahteraan bagi buruh di lima sektor industri vital yang berpengaruh pada lebih dari 5 juta orang buruh yang bekerja," ujar Kordinator Dialog Sosial Sektoral (DSS), Emelia Yanti Siahaan dalam Konferensi Pers, Senin 20 Maret 2023.
Adapun lima sektor industri tersebut adalah tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, kulit, furnitur, dan mainan anak. Emelia mengatakan pemotongan upah pada lebih dari 5 juta orang buruh ini akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga buruh.
"Upah adalah hak asasi, tidak boleh dinegosiasikan, bahkan dalam kondisi apa pun. Alasan krisis ekonomi global sulit untuk dimengerti untuk melegalisasi pemotongan upah karena buruh dan anggota keluarganya justru adalah kaum yang paling terdampak krisis," kata Emelia.
Selain itu, Emelia memaparkan bahwa sudah sejak dahulu pemotongan upah ini terjadi pada tahun lalu. BPS mencatat pada tahun 2022 ada sekitar 50,61 persen buruh di 5 sektor ini menerima upah di bawah UMK.
"Permenaker ini akan semakin merampas upah buruh semakin mendalam dan semakin luas. Jadi, apakah Permenaker ini adalah bentuk legalisasi dari bentuk pemotongan upah yang jauh sebelum ini sudah terjadi?" katanya.
Perwakilan Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno, menyebutkan Buruh yang bekerja di lima sektor industri ini pada saat pandemi Covid-19 sebenarnya sudah banyak terjadi pemotongan upah.
"Ada yang diliburkan, upahnya tidak dibayar, ada yang tidak sesuai UMK, dan ada juga yang dirumahkan yang mana semakin menambah penderitaan para Buruh," tambahnya.
Dialog Sosial Sektoral (DSS) merupakan aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang berbasis pada sektor Tekstil, Garmen, Sepatu dan Kulit. Dalam hal ini, aliansi serikat buruh yang tergabung dalam DSS menyatakan penolakan tegas penerbitan dan pemberlakukan Permenaker No. 5 tahun 2023 yang bagi mereka merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi atas upah buruh.
"Pemotongan upah yang merupakan penyangga ekonomi bagi buruh dan keluarganya adalah amputasi biadab terhadap upaya bertahan hidup dalam situasi krisis," kata Emelia.
Pilihan Editor: Izin Pemotongan Upah Dinilai Berpotensi Memperuncing Konflik Buruh dan Pengusaha
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini