Ekonom Syariah: Sistem Pengelolaan Dana Haji RI Sudah Maksimal, tapi ...
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 18 Februari 2023 19:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar ekonomi syariah dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Irfan Syauqi Beik menjelaskan pola pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dia menilai jika melihat desainnya, sistem pengelolaan dana haji saat ini sudah sangat maksimal.
Menurut dia, hal itu bisa dilihat dari laporan keuangan yang sudah diaudit. Performanya memang berdasarkan pada sejumlah rasio itu terpenuhi. Irfan mencontohkan, misalnya BPKH mengambil untuk operasional dari cost to income ratio hanya 2,15 persen.
“Kalau lihat audited report di bawah ambang 5 persen,” ujar dia dalam diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan di Gedung PP Muhamadiyah, Jakarta Pusat, pada Jumat, 17 Februari 2023.
Kemudian, jika bicara solvabilitas atau kemampuan bayar utang pada jangka panjangnya di atas 100 persen tahun lalu walaupun itu masih un-audited. Sementara pada 2020 dan 2021 di bawah 100 persen, tapi 2022 naik.
Kalau melihat desain setingan hari ini, Irfan menegaskan, sebenarnya BPKH sudah on the track. “Cuma timbul masalah pada aspek sustainability, dan harus diakui desain kelembagaan pengelolaan keuangan haji harus sustain,” ucap Irfan.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Kementerian Agama memutuskan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk jemaah reguler biayanya Rp 90.050.637,26.
Nilai itu dibagi menjadi dua yaitu 55,3 persen sebagai Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) atau yang langsung dibayar jemaah Rp 49.812.711,12, dan biaya yang bersumber dari Nilai Manfaat keuangan haji sebesar Rp 40.237.937 atau sebesar 44,7 persen.
Selanjutnya: DPR dan pemerintah harus menemukan formula komposisi yang ideal buat jemaah haji
<!--more-->
Namun, Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Amri Yusuf berharap ke depan komposisi itu bisa diubah. Menurut dia, DPR dan pemerintah harus menemukan formula komposisi yang ideal buat jemaah yang berangkat dan jemaah yang menunggu ibadah haji.
Amri menjelaskan formulasi komposisi BPIH pada tahun 2022 tidak diubah, sehingga nilai manfaat yang digunakan itu semakin besar. “Kami melakukan kajian internal setiap 5 persen subsidi yang diberikan kepada jemaah haji itu ekuivalen dengan Rp 1 triliun,” ujar dia.
Artinya, jika saat ini subsidinya sekitar 40 persen maka ekuivalen dengan Rp 8 triliun. Sementara tahun lalu, subsidinya 60 persen, itu ekuivalen dengan Rp 12 triliun. Padahal, kata Amri, setiap tahun kemampuan BPKH untuk mengirimkan hasil investasi itu hanya Rp 10 triliun.
Itu pun masih harus dikurangi dulu dengan virtual account yang rata-rata sekitar Rp 2,5 triliun dibagi rata untuk 5,3 juta jemaah yang menunggu. “Rata-rata itu mereka hanya dapatkan Rp 200-300 ribu, 80 persen dari hasil investasi itu sekitar Rp 7,5 triliun itulah yang digunakan untuk menopang, memberikan support buat jemaah yang bernagkat,” ucap dia.
Berdasarkan kajian BPKH, kata dia, jika formulasi itu diteruskan, maka bisa mengancam keberlangsungan ibadah haji ke depan. “Kalau ini tidak dikoreksi, kami perkirakan tahun 2027 maka Indonesia akan mengalami bencana dana haji,” kata dia. Karena tahun 2027 ada kemungkinan akan ada dua kali penarikan, karena kegiatan hajinya berdekatan.
“Jadi kalau misalnya setiap tahun kita hanya bisa mendeliver Rp 10-11 triliun kemudian ada permintaan pada tahun yang sama untuk penyelenggaraan ibadah haji Rp 40 triliun, itu enggak akan cukup,” tutur Amri.
Pilihan editor: BPKH Wanti-wanti Agar Formulasi Biaya Haji Diatur Agar Tak Kena Bencana di 2027
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini