Simak 8 Pasal Penting UU PPSK, dari Rupiah Digital, Aset Kripto, Independensi BI hingga...
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 15 Desember 2022 20:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) untuk menjadi UU PPSK di dalam sidang paripurna pembicaraan tingkat II pada hari ini, Kamis, 15 Desember 2022.
UU PPSK atau omnibus law sektor keuangan yang diinisiasi DPR itu memuat 341 pasal. Sejumlah pasal mengatur soal hal-hal baru dalam sektor keuangan, mulai dari rupiah digital hingga pengawasan aset kripto oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca: Posisi Menteri Keuangan di Atas OJK karena UU PPSK? Simak Bunyi Aturan Berikut
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa ada 17 Undang-undang terkait sektor keuangan yang telah cukup lama berlaku, bahkan ada yang usianya lebih dari 30 tahun. Dengan begitu, perlu disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman.
“Reformasi sektor keuangan Indonesia merupakan prasyarat utama untuk membangun perekonomian Indonesia yang dinamis, kokoh, mandiri, sustainable, dan berkeadilan,” kata Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat II atas RUU PPSK, Kamis, 15 Desember 2022.
Sri Mulyani menjelaskan, RUU PPSK memperkuat pelindungan investor atau konsumen terhadap pelanggaran dan perbuatan tindak pidana perorangan dan korporasi sektor keuangan. Selain itu, kehadiran payung hukum ini juga akan mendorong iterasi, inklusi, dan inovasi sektor keuangan serta penguatan dan pengembangan jumlah dan kualitas sumber daya manusia/profesi di sektor keuangan.
RUU PPSK ini mengatur sejumlah ekosistem sektor keuangan, mulai dari program penjaminan polis, independensi Bank Indonesia, kegiatan usaha bullion atau bank emas, rupiah digital, hingga pengawasan aset kripto.
Berikut 8 pasal penting dalam UU PPSK atau Omnibus Law Keuangan tersebut:
1. Rupiah Digital
Rupiah digital tercantum di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5223).
Bank Indonesia atau BI adalah satu-satunya lembaga yang berwenang mengelola rupiah digital. Selanjutnya, di dalam melakukan perencanaan rupiah digital, bank sentral berkoordinasi dengan pemerintah.
Di dalam pengelolaan rupiah digital harus diperhatikan aspek penyediaan rupiah digital sebagai alat pembayaran yang sah hingga pemanfaatan teknologi digital yang dapat menjamin keamanan sistem data dan informasi serta pelindungan data pribadi.
2. Kegiatan Usaha Bullion
Adapun pada bab XI pasal 130 disebutkan bahwa kegiatan usaha bullion (bullion) merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan atau LJK.
Ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha bullion paling sedikit memuat pentahapan pelaksanaan kegiatan usaha bullion, tata kelola, manajemen risiko, prinsip kehati-hatian, hingga sanksi administratif
Selanjutnya: 3. Penambahan Dewan Komisioner OJK...
<!--more-->
3. Penambahan Dewan Komisioner OJK
Pasal 10 menyebutkan bahwa Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) beranggotakan 11 orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. DI dalamnya diatur pemisahan dan penambahan susunan di dalamnya.
Berdasarkan RUU PPSK terbaru, susunan DK OJK terdiri atas Ketua merangkap anggota, Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon merangkap anggota.
Lalu diikuti dengan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap anggota. Lalu, ada Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto merangkap anggota, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen merangkap anggota, Ketua Dewan Audit merangkap anggota.
Adapun anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia serta anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.
4. OJK Awasi Aset Kripto
Di dalam UU PPSK ini, aset kripto masuk ke dalam ruang lingkup Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), yakni pada pasal 213. Menkeu menyampaikan bahwa transaksi kripto telah disepakati pemindahan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto ke OJK.
Pemindahan pengawasan aset keuangan digital termasuk kripto ke OJK ini dilakukan agar pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital lebih kuat, khususnya dalam hal aspek pelindungan investor atau konsumen.
“Pemerintah sependapat dengan pandangan DPR bahwa diperlukan waktu transisi antara OJK dan Bapebbti dengan baik dan optimal tanpa mengganggu perkembangan transaksi aset kripto yang sedang berjalan,” kata Sri Mulyani.
5. LPS Jamin Polis Asuransi
Tak hanya simpanan perbankan, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga akan berfungsi menjamin polis asuransi. LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis serta melaksanakan program penjaminan polis.
Selanjutnya di dalam Pasal 53, perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Sementara itu, penyelenggaraan program penjaminan polis mulai berlaku 5 tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.
Selanjutnya: 6. Independensi Bank Indonesia...
<!--more-->
6. Independensi Bank Indonesia
Agar dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, calon yang bersangkutan salah satunya harus memenuhi syarat bukan pengurus dan/atau anggota partai politik pada saat pencalonan. Hal itu disebutkan dalam Pasal 40.
Sri Mulyani menyatakan bahwa tujuan, tugas, dan wewenang Bank Indonesia dipertegas mencakup tujuan turut memelihara stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menjaga independensi.
7. Perubahan Nama BPR
RUU PPSK juga untuk menguatkan fungsi BPR dengan memperluas bidang usahanya ke arah penukaran valuta asing dan transfer dana, dan pengubahan nama dari Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat. Perubahan nomenklatur itu sebagaimana tercantum di dalam Pasal 315.
Perubahan nama tersebut agar BPR semakin berperan dalam menopang bisnis UMKM yang menopang perekonomian Indonesia. DI masa mendatang, peran BPR diharapkan kian vital dengan penguatan permodalan, peningkatan efisiensi dan profitabilitas, serta memperkuat penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dengan membuka kemungkinan BPK masuk ke pasar modal.
8. Pungutan OJK
RUU PPSK juga mengubah ketentuan Pasal 37 UU OJK menjadi pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan. Pihak yang dimaksud adalah LJK dan/atau orang perseorangan atau badan yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Nantinya hasil pungutan dapat digunakan sebagian atau seluruhnya secara langsung oleh OJK untuk memenuhi kebutuhan pendanaan kegiatan. Tapi jika ada hasil pungutan yang tidak digunakan OJK sampai dengan akhir tahun anggaran, maka dapat digunakan otoritas pada tahun anggaran berikutnya
Adapun penggunaan hasil pungutan berdasarkan UU mengenai OJK tetap dapat dilakukan sampai dengan akhir tahun 2024. Pungutan yang dilakukan oleh OJK sebelum berlakunya UU ini, tetap berlaku sampai dengan akhir 2024 dan mulai berlaku pada 2025.
BISNIS
Baca juga: Menperin Sebut Subsidi Mobil Listrik Rp 80 Juta, Sri Mulyani: Kita Akan Hitung
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.