RI Impor Beras 200 Ribu Ton, CIPS Nilai Ketahanan Pangan Sedang Terancam
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Francisca Christy Rosana
Jumat, 9 Desember 2022 15:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, menanggapi soal rencana pemerintah impor beras 200 ribu ton untuk memenuhi stok di tengah menipisnya cadangan di gudang Bulog. Ia menilai tirisnya cadangan beras pemerintah (CBP) menunjukkan ketahanan pangan Indonesia saat ini sedang terancam.
"Itu mencerminkan betapa kebijakan tata niaga beras yang lebih longgar sebenarnya akan dapat menghindari kondisi seperti ini," ujar Hasran melalui keterangan tertulis pada Jumat, 9 Desember 2022.
Pemerintah sepakat melakukan impor beras sebanyak 200 ribu ton setelah Presiden Joko Widodo alias Jokowi menggelar dua kali rapat terbatas. Musababnya, total beras yang tersedia di Perum Bulog jauh dari batas stok minimal 1,2 juta ton. Per 6 Desember 2022 beras di gudang Bulog tersisa 494.202 ton. Total beras tersebut meliputi stok CBP 295.337 ton atau sebesar 59,76 persen dan stok komersil sebanyak 198.965 ton atau 40,24 persen.
Dengan demikian, dibutuhkan setidaknya 700 ribu ton untuk mencapai batas minimal stok CBP yang harus dipasok dari dalam negeri sebesar 500 ribu ton dan 200 ribu ton dari luar negeri. Kementerian Perdagangan akhirnya memberikan karpet merah kepada Bulog untuk mengimpor beras hingga 500 ribu ton.
Baca juga: Pemerintah Resmi Impor Beras 200 Ribu Ton, Bapanas: Hanya untuk Kegiatan Pemerintah
Hasran menilai langkah impor beras sudah tepat, khususnya untuk mengantisipasi kenaikan harga di pasar. Tetapi, ia mengingatkan impor beras harus terencana dan dilandarsi atas perkiraan produksi dan harga di dalam negeri, bukan hanya bersifat reaktif. Sehingga, keputusan impor beras dapat mencegah terjadinya ancaman kekurangan stok beras nasional.
Ia pun menilai solusi impor dari pemerintah selama ini hanya bersifat reaktif. Padahal semestinya, pengadaan beras terencana dari jauh-jauh hari. Mengingat, CBP yang tersedia tidak mencukupi hingga waktu panen mendatang yang baru akan mulai Februari. "Seharusnya impor beras dilakukan di semester satu dan bila dilakukan sekarang, menyerap 1,2 juta ton beras akan sulit karena tingginya harga gabah di pasar," tuturnya.
Selanjutnya, Bulog sulit menyerap beras karena....
<!--more-->
Kesulitan Bulog Menyerap Beras Petani
Bulog mengalami kesulitan dalam menyerap beras dalam negeri lantaran harga gabah sudah lebih tinggi ketimbang harga beli perusahaan sekitar Rp 4.200 per kilogram. Masalah ini bertambah karena stok beras di gudang Bulog makin tipis.
Padahal sesuai fungsinya, Bulog berkewajiban menyalurkan beras untuk mengintervensi pasar pada kondisi tertentu. Misalnya saat harga tinggi Bulog melakukan operasi pasar. Bulog juga menyalurkan beras untuk kejadian luar biasa, seperti bencana gempa di Cianjur baru-baru ini.
Kerena itu, menurutnya, impor merupakan solusi logis mengingat harga beras nasional masih lebih mahal ketimbang di pasar internasional, termasuk di beberapa negara tetangga seperti Filipina dan Thailand.
Hasran mengatakan proses produksi beras Indonesia sendiri belum efisien. Kondisi itu yang menjadikan harga beras dalam negeri lebih tinggi, sementara kualitasnya belum seragam.
Hasran merujuk pada pernyataan Badan Pangan Nasional yang telah memperingatkan bila Perum Bulog tidak bisa menambah stok beras hingga 1,2 juta ton sampai akhir tahun, akibatnya akan sangat berbahaya bagi stabilitas pangan nasional. Dalam jangka yang lebih panjang, CIPS merekomendasikan upaya peningkatan produktivitas pangan dan peningkatan kapasitas petani agar terus dilakukan. Termasuk pengadopsian teknologi pertanian, modernisasi, dan menarik investasi di bidang pangan dan pertanian.
"Proses produksi yang efisien merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya saing beras dalam negeri," kata Hasran.
Baca juga: Persoalkan Data Beras Kementan, Buwas: Saya Cek di Lapangan Enggak Ada
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.