Stok Beras Bulog Menipis, Buwas: Bukannya Tak Mau Beli, Tapi Barangnya Memang Tidak Ada
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 23 November 2022 19:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau Buwas blak-blakan membeberkan alasan tak bisa memenuhi target cadangan beras sebesar 1,2 juta ton hingga akhir tahun ini. Adapun cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog per 22 November 2022 disebutkan kurang dari 600.000 ton.
Ia menjelaskan, sebenarnya dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) pada awal November lalu, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menjanjikan 500.000 ton beras kepada Bulog. Namun, beras itu tidak ada sampai sekarang.
Baca: Kementan Beberkan Penyebab Harga Beras Naik Meski Stok Melimpah hingga 1,8 Juta Ton
“Bukannya kita tidak mau membeli (dengan harga komersil), tapi memang barangnya tidak ada," kata Buwas saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR bersama Kementan, Bapanas, dan ID Food, Rabu, 23 November 2022.
Kementan disebut ingkar janji
Saat rakortas tersebut, kata Buwas, pihak Kementan menjanjikan menyediakan beras agar bisa diserap perusahaan pelat merah tersebut. "Pada saat itu, ada yang janji di depannya Pak Menko bahwa dalam kurun waktu 1 minggu akan menyetor beras 500.000 ton untuk Bulog. Pak Wandi (Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Suwandi), kan pada saat itu?” kata Buwas.
Akibat janji Kementan yang tak juga terealisasi hingga kini, kata Buwas, Bulog mengupayakan memperoleh beras dari perusahaan-perusahaan besar. Tapi hal itu juga sulit dilakukan karena sejumlah perusahaan beras itu enggan menjual komoditas tersebut ke Bulog.
Padahal, Bulog sudah siap membeli beras itu dengan harga komersil. “Karena stok mereka untuk menjaga pasar mereka,” tutur Buwas.
Di depan anggota DPR, Buwas juga membantah aggapan Bulog tak mau membeli beras petani dengan harga wajar. Justru, kata dia, Bulog selama ini berpihak kepada petani. Hal ini terlihat dari tak pernah ada kegiatan impor beras selama 4 tahun.
“Untuk CBP kita tidak impor. Kita beli kepada petani walaupun harganya mahal,” ujar Buwas.
Yang terjadi saat ini, menurut Buwas, jika Bulog membeli beras dengan harga komersil, yang akan diuntungkan justru pengusaha. “Saat ini, sudah tidak ada panen, Pak. (Beras) sudah ada di pengepul-pengepul. Sudah ada di pengusaha-pengusaha beras. Ini faktanya seperti itu," tuturnya.
Dengan kondisi seperti itu, menurut dia, tugas penyerapan beras tak lagi merupakan inisiatif Bulog. "Jadi itu bukan tugas yang diinisiatif Bulog, tapi justu ini tugas dari negara kepada Bulog untuk menyediakan beras 1-1,2 juta ton,” kata Buwas.
Selanjutnya: Saat ini ketahanan pangan nasional terancam...
<!--more-->
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menilai saat ini kondisi ketahanan pangan nasional terancam karena stok beras Perum Bulog terus menipis. Jika Bulog tidak bisa menambah stok beras hingga 1,2 juta ton sampai akhir tahun, akan sangat berbahaya bagi stabilitas nasional.
Dalam hitungannya, bila tak ada tindakan pencegahan, stok beras bisa terus turun sampai 342.000 ton. “Menurut kami Badan Pangan Nasional sangat berbahaya, karena Bulog tidak mengintervensi pada saat kondisi-kondisi tertentu, pada saat harga tinggi," ujar Arief.
Kondisi tertentu bisa seperti kejadian luar biasa (KLB) seperti yang terjadi di Cianjur usai gempa bumi. "Misalnya kejadian di Cianjur, kita tidak berharap. Bulog harus tetap punya stok,” katanya.
Harga gabah terlalu tinggi
Masalahnya, kata Arief, Bulog keseulitan menyerap beras hingga 1,2 juta ton pada saat ini karena harga gabah sudah sangat tinggi di pasar. Ia menilai, seharusnya penyerapan beras sudah maksimal dilakukan sejak semester pertama.
"Kalau hari ini menyerap 1,2 juta ton sulit. Mencari gabah dengan harga Rp 4.200 sulit. Harga gabah di atas Rp5.000, bahkan ada yang Rp5.500. Tentunya ini rebutan gabah di market," ujar Arief.
Arief menceritakan sebetulnya Bapanas telah meminta penambahan beras oleh Bulog periode Oktober sampai Desember 2022 sebesar 650.000 ton, tapi hanya bisa direalisasikan 36.508 ton.
Rinciannya adalah dari Aceh 273 ton, Lampung 127 ton, Jawa Timur 1.289 ton, Sulawesi Seltan, Barat 31.373 ton, Nusa Tenggara Barat sebesar 947 ton, dan Papua serta Papua Barat sebesar 2.159 ton.
Per 22 November, operasi pasar yang dilakukan Bulog sudah mencapai 972.655 ton. Operasi pasar itu diklaim telah berhasil meredam kenaikan harga beras. “Tapi sampai kapan Bulog bisa meredam? Ya, sampai stok Bulog menipis, kurang lebih sampai akhir tahun kalau dikurangi 150.000-200.000 ton tanpa ada pemasukan, itu harusnya mentop-up stoknya Bulog,” kata Arief.
BISNIS
Baca juga: Dampak Harga Beras Naik: Penjualan Melambat hingga Warteg Kurang Porsi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini