Aplikator Ojek Online Didesak Kembalikan Potongan Komisi yang Langgar Aturan ke Pengemudi
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 10 November 2022 11:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mendesak aplikator ojek online (ojol) mengembalikan potongan komisi yang tak sesuai aturan pada para pengemudi.
Pasalnya, kata Lily, sejumlah perusahaan aplikator hingga kini masih mengenakan potongan komisi lebih dari yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan 667 tahun 2022, yakni 15 persen. Dari catatannya, pelanggaran telah dilakukan sejak terbitnya aturan tersebut pada 11 September 2022.
"Artinya telah merugikan jutaan pengemudi ojol. Untuk itu SPAI menuntut aplikator untuk mengembalikan potongan tersebut kepada pengemudi ojol," tuturnya kepada Tempo, Rabu, 9 November 2022.
Baca: Pendapatan Ojol Belum Membaik, Serikat Pekerja: DPR Tidak Cukup Hanya Mengkritik
Oleh karena itu juga, Lily menilai sejumlah kritik yang dilontarkan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR pada 7 November lalu. Saat itu, sejumlah politikus mengkritik aplikator yang melanggar aturan potongan komisi karena mengenakan potongan mulai dari 20 persen hingga 40 persen. Hal itu pula yang membuat kenaikan pendapatan pengemudi tidak cukup signifikan.
Lily pun meminta DPR tak berhenti hanya mengkritik aplikator ojek online. "Sudah saatnya DPR tidak hanya mengkritik, tapi juga mengawasi pemerintah yang abai dalam memantau atas pelanggaran hukum yang dilakukan aplikator," katanya.
Tak berhenti di situ, menurut Lily, Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga diharapkan bisa memerintahkan para menterinya untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada aplikator. Khususnya, kepada aplikator yang telah melanggar hukum dan masih menerapkan status mitra terhadap pengemudi ojol.
Pasalnya, kata Lily, status mitra membuat pihak aplikator leluasa mengeksploitasi pengemudi ojol. Padahal hubungan antara aplikator dan pengemudi ojol adalah hubungan kerja, bukan hubungan kemitraan. Dengan begitu, pihak aplikator telah memperoleh profit ilegal dengan mengabaikan hak-hak pengemudi ojol sebagai pekerja tetap.
Status mitra itu membuat hak-hak pekerja tetap yang seharusnya dimiliki oleh pengemudi ojol menjadi hilang. Salah satunya soal kepastian pendapatan para pengemudi ojol per bulannya.
Lily menambahkan, sistem di aplikasi pun membuat pengemudi ojol tidak mendapatkan upah yang layak per bulanannya. "Bila satu hari tidak bekerja karena sakit, maka tidak mendapatkan pemasukan," katanya.
Selanjutnya: Apalagi pengemudi ojol tidak punya batasan jam kerja..
<!--more-->
Apalagi pengemudi ojol hingga kini tidak punya batasan jam kerja. Alhasil, pengemudi ojol pun tidak mendapatkan upah lembur saat bekerja lebih dari delapan jam.
Padahal dalam kegiatan bekerjanya sehari-hari, kata Lily, pengemudi ojol dipaksa untuk bekerja lebih dari 8 jam, bahkan hingga 15 jam. "Belum lagi bagi pengemudi ojol perempuan yang tidak mendapatkan hak-hak perempuan seperti cuti haid, melahirkan dan menyusui," tuturnya.
Di sisi lain, pengemudi ojol juga tidak mendapatkan haknya untuk mendirikan serikat pekerja. Karena itu, pengemudi ojol tidak dapat berunding dan membela anggotanya yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa alasan yang jelas dari aplikator.
Akibatnya, aplikator menjadi anti kritik karena ada larangan demonstrasi dan mogok kerja. Padahal mengeluarkan pendapat dan mogok adalah hak serikat pekerja dan diatur dalam undang-undang.
Sebelumnya, dalam RDPU pada 7 November 2022, Komisi V DPR menilai perusahaan ojek online masih belum patuh terhadap aturan tersebut. Komisi V DPR pun meminta aplikator ojek online seperti Gojek, Grab, dan Maxim mematuhi aturan batas biaya potongan komisi atau aplikasi terhadap pengemudi ojol maksimal sebesar 15 persen.
Anggota Komisi V dari Fraksi Gerindra Sudewo juga mengungkapkan selama ini aplikator mengenakan potongan lebih dari ketentuan. " Ada yang memotong sampai 20 persen itu Grab, kemudian Gojek 20 persen. Ditambah lagi pemotongan sebesar Rp 5.000," ujarnya.
Sementara politikus Golkar Hamka Baco Kady mengaku telah mendapatkan banyak aduan dari pengemudi ojek online mengenai besaran biaya potongan oleh perusahaan aplikasi. Hamka pun minta di hadapan para aplikator agar mematuhi terlebih dahulu ketentuan potongan komisi sebesar 15 persen. "Sebab ini sudah beberapa kali pengemudi datang," tuturnya.
RIANI SANUSI PUTRI | BISNIS
Baca juga: Tarif Ojek Online Naik Sebulan Lebih, SPAI: Pendapatan Pengemudi Tak Kunjung Membaik
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini