Bila Harga BBM Naik, Begini Hitung-hitungan BI Soal Dampaknya ke Lonjakan Inflasi Inti
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 24 Agustus 2022 08:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan inflasi makin tinggi bila pemerintah memutuskan menaikkan harga bakar minyak subsidi atau harga BBM subsidi dalam waktu dekat. Secara keseluruhan tahun 2022 ini, ia memprediksi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bisa mencapai 5,24 persen.
Adapun inflasi inti yang semula diprediksi tetap terkendali di rentang 2 hingga 4 persen, menurut Perry, bisa naik hingga 4,15 persen pada akhir tahun ini. “Dengan perkembangan itu, inflasi IHK di atas 5 persen atau 5,24 persen,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa 23 Agustus 2022.
Salah satu pemicu lonjakan inflasi tersebut, menurut dia, adalah kenaikan harga komoditas global yang mendorong kenaikan inflasi yang tinggi pada komponen harga bergejolak (volatile food) dan harga yang diatur pemerintah (administered prices) hingga Juli 2022. Sementara inflasi harga bergejolak dan harga yang diatur pemerintah pada Juli 2022 masing-masing sebesar 11,47 persen dan 6,51 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Perry menjelaskan, walaupun pemerintah sudah menambah subsidi dan kompensasi energi hingga Rp 502 triliun, kenaikan harga BBM nonsubsidi turut menyumbang kenaikan inflasi harga yang diatur pemerintah. Selain itu, ada juga kekhawatiran tekanan pada inflasi inti yang berasal dari efek kenaikan inflasi pangan dan harga yang diatur pemerintah.
Karena berbagai sebab itu, bank sentral akhirnya menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen pada RDG Agustus 2022. “Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan inflasi volatile food,” tutur Perry.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pemerintah harus menambah anggaran subsidi hingga Rp198 triliun jika tak ada langkah pembatasan konsumsi ataupun kenaikan harga Pertalite dan Solar subsidi.
Selanjutnya: "Kalau tidak lakukan apa-apa, maka Rp 502 triliun tidak akan cukup."
<!--more-->
"Kalau kita tidak menaikkan (harga) BBM. Kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan. Tidak ada apa-apa, maka Rp 502 triliun tidak akan cukup. Nambah lagi, bisa mencapai Rp 698 triliun. Itu untuk subsidi tadi solar dan pertalite saja. Saya belum menghitung LPG dan listrik," ucap Sri Mulyani.
Saat ini, kata bendahara negara tersebut, pemerintah dihadapkan pada tiga opsi atau skenario untuk mengatasi kondisi jebolnya anggaran subsidi energi.
Ketiga opsi itu adalah: menaikkan anggaran subsidi hingga mendekati Rp 700 triliun, seperti perhitungannya—yang akan membebani kondisi fiskal.
Kedua, mengendalikan volume konsumsi BBM, terutama Pertalite dan Solar. Sri Mulyani menyatakan di dalam opsi ini, akan ada ketentuan siapa yang bisa dan tidak bisa membeli BBM bersubsidi, juga terdapat pembatasan berapa banyak pembelian BBM bersubsidi oleh setiap orangnya. Opsi ketiga adalah menaikkan harga BBM.
Baca: Airlangga Segera Laporkan Skema Alternatif Harga BBM ke Jokowi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.