Tarif Masuk Pulau Rinca Tidak Naik, Ini Penjelasan PT Segara Komodo Lestari

Sabtu, 6 Agustus 2022 11:46 WIB

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi sejumlah menteri, gubernur, dan bupati berada di atas kapal pinisi menuju Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kamis 21 Juli 2022. Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk meninjau sekaligus meresmikan perluasan Bandar Udara Komodo Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat serta melakukan perjalanan dengan kapal pinisi untuk meresmikan penataan kawasan Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo. ANTARA FOTO/Setpres/Agus Suparto

TEMPO.CO, Jakarta - CEO Plataran Indonesia, induk usaha PT Segara Komodo Lestari, Yozua Makes, buka suara soal kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo. Tiket masuk Rp 3,75 juta rupiah, kata dia, hanya berlaku di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

"Pemerintah sengaja membuka Pulau Rinca. Tidak ada kenaikan. Karena teorinya pemerintah kan Komodo itu mukanya sama," ujarnya saat ditemui Tempo di kantor Plataran Indonesia, Jakarta Selatan pada Jumat, 5 Agustus 2022.

Adapun polemik yang muncul menurutnya amat disayangkan sebab masyarakat Indonesia sebetulnya mudah diajak berdiskusi dan bergotong royong.

Pemerintah berdalih kenaikan harga tiket yang dimulai sejak Senin, 1 Agustus 2022 itu ditujukan untuk konservasi kawasan Taman Nasional Komodo. Namun, sejumlah kritik muncul dari aktivis lingkungan hingga pegiat pariwisata. Masyarakat pun menolak kebijakan tersebut dan melakukan demostrasi hingga ada tiga orang ditangkap oleh kepolisian.

Ihwal dalih konservasi yang dielukan pemerintah, Yozua menilai sudah tepat. "Mengenai konservasi ini, apapun yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini bukan ecek-ecek," kata dia. Sebab, KLHK memiliki divisi sendiri untuk melakukan pengkajian, juga mempunyai konsultan independen.

Advertising
Advertising

"Jadi mereka sudah menentukan tempat yang paling tepat untuk dikembangkan," ucapnya.

Sementara itu, ia mengklaim Plataran yang mengantongi izin konsesi di Pulau Rinca, selalu mengedepankan tiga aspek dalam konservasi, yaitu flora, fauna dan masyarakat. Jika masyarakat tidak diurus oleh perusahaan terkait, menurutnya sudah pasti akan berantakan.

"Kenaikan tarif ini sudah melalui kajian. Kita juga harus percaya dengan KLHK di balik Pulau Komodo dan Pulau Padar," tuturnya.

Adapun pada kesempatan yang sama ia mengaku kajian yang dilakukan dalam penerbitan Izin Usaha Pengusahaan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) tidak melalui Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal itu lantaran lahan yang dikelola, kata dia, kecil. Ia pun membantah memiliki izin konsesi di wilayah lainnya seperti Pulau Komodo dan Pulau Padar. "Tak ada, tak berhubungan, dan tak berencana juga memperluas ke sana," ujarnya.

Plataran Grup mengakuisisi SKL pada 2021. SKL merupakan perusahaan saudara Yozua Makes yaitu David Makes. Sebelum SKL menjadi bagian dari Plataran Indonesia, Yozua mengatakan terdapat 24 proyek.

Pembangunan tak kunjung dilakukan lantaran masyarakat sekitar menentang hingga KLHL pun meminta PT SKL menghentikan pembangunan. Akhirnya, PT SKL masuk dalam grup Plataran Indonesia dan merevisi jumlah proyek menjadi 9 tanpa hotel.

Lebih jauh, Peneliti Sunspirit for Justice and Peace Venan Haryanto menilai kenaikan harga tiket masuk sangat berdampak terhadap ekonomi pariwisata warga yang selama ini berbasis komunitas dan konservasi. Sebab, kenaikan harga tiket yang sangat signifikan itu membuat kunjungan wisatawan sangat turun mendadak.

"Jadi memang secara konservasinya kita pertanyakan, secara ekonomi pariwisatanya juga jelas merugikan warga setempat," ujar Venan saat dihubungi Tempo pada Rabu, 3 Agustus 2022.

Venan menilai kenaikan tarif justru menguntungkan perusahaan-perusahaan swasta yang sudah mengantongi izin konsesi alam di kawasan Taman Nasional Komodo. Warga Pulau Komodo, tuturnya, sudah sekian lama kehilangan hak agraria karena menjadi bagian dari kawasan taman nasional. Lalu kini mereka bergantung sepenuhnya pada industri pariwisata. Adapun dalih pemerintah untuk membeli produk sovenir buatan warga dinilai tak meyakinkan.

"Ini tidak main-main, ini ngomong tentang 700 kepala keluarga yang selama ini bergantung terhadap pariwisata," ujarnya.

RIANI SANUSI PUTRI

Baca: Bantah Monopoli Pulau Rinca, Bos Plataran Beberkan Posisi PT SKL di Taman Nasional Komodo

Berita terkait

Orangutan Ini Obati Sendiri Lukanya dengan Daun Akar Kuning, Bikin Peneliti Penasaran

1 hari lalu

Orangutan Ini Obati Sendiri Lukanya dengan Daun Akar Kuning, Bikin Peneliti Penasaran

Seekor orangutan di Suaq Belimbing, Aceh Selatan, menarik perhatian peneliti karena bisa mengobati sendiri luka di mukanya dengan daun akar kuning

Baca Selengkapnya

Ada Harimau Sumetera hingga Komodo, Inilah 5 Hewan Endemik Asal Indonesia

4 hari lalu

Ada Harimau Sumetera hingga Komodo, Inilah 5 Hewan Endemik Asal Indonesia

Setidaknya ada 612 hewan endemik asal Indonesia dari berbagai jenis, seperti mamalia, burung, reptil, hingga amfibi. Berikut lima di antaranya.

Baca Selengkapnya

Melihat Pameran Fotografi yang Menampilkan Potret Masyarakat Pulau Komodo di Kota Padang

7 hari lalu

Melihat Pameran Fotografi yang Menampilkan Potret Masyarakat Pulau Komodo di Kota Padang

Pameran fotografi yang menyorot tentang nasib masyarakat di Pulau Komodo digelar pada 25 April hingga 28 April 2024 di Galeri UPTD Taman Budaya Sumatra Barat

Baca Selengkapnya

Tersangka Kasus Perdagangan Satwa Dilindungi di Makassar Segera Jalani Persidangan

11 hari lalu

Tersangka Kasus Perdagangan Satwa Dilindungi di Makassar Segera Jalani Persidangan

Saat ini kejahatan perdagangan satwa dilindungi kerap dilakukan melalui media online.

Baca Selengkapnya

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

11 hari lalu

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

KLHK memasukkan sektor kelautan ke dalam dokumen Second NDC Indonesia. Potensi mangrove dan padang lamun ditonjolkan.

Baca Selengkapnya

Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

12 hari lalu

Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

Setiap negara bebas memilih untuk mengurangi gas rumah kaca yang akan dikurangi atau dikelola.

Baca Selengkapnya

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

17 hari lalu

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

Rancangan Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya atau RUU KSDAHE ditarget segera disahkan pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Temuan Baru Anak Badak Jawa di Ujung Kulon, KLHK: Masih Banyak Ancaman

26 hari lalu

Temuan Baru Anak Badak Jawa di Ujung Kulon, KLHK: Masih Banyak Ancaman

Temuan individu baru badak Jawa menambah populasi satwa dilindungi tersebut di Taman Nasional Ujung Kulon. Beragam ancaman masih mengintai.

Baca Selengkapnya

Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya Membaik, Gara-gara Mudik Lebaran?

26 hari lalu

Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya Membaik, Gara-gara Mudik Lebaran?

Selama tiga hari terakhir, bersamaan dengan mudik lebaran, 11 stasiun pemantau kualitas udara Jakarta dan sekitarnya mencatat membaiknya level ISPU.

Baca Selengkapnya

Turut Dipicu Pasar Tumpah, Tambahan Sampah H-1 Lebaran di Depok Bisa Mencapai 180 Ton

27 hari lalu

Turut Dipicu Pasar Tumpah, Tambahan Sampah H-1 Lebaran di Depok Bisa Mencapai 180 Ton

Sampah di Depok diprediksi bertambah hingga 180 ton dari hari biasa pada malam Lebaran. Muncul dari pasar tumpah.

Baca Selengkapnya