PNBP Rp 281 Triliun Terkumpul hingga Juli 2022, Terbesar dari Sumber Daya Alam
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 4 Agustus 2022 13:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan sudah mengumpulkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp 281 triliun hingga Juli 2022. Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan angka tersebut 58,3 persen dari Rp 481,6 triliun yang ditargetkan dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022.
PNBP digolongkan menjadi empat kategori. Keempat kategori itu meliputi pendapatan sumber daya alam atau SDA, pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan (dividen BUMN), PNBP lainnya yang terdiri dari hasil penjualan tambang yang menjadi bagian pemerintah. Selain itu ada pendapatan minyak mentah dari domestic market obligation, PNBP kementerian dan lembaga, dan badan layanan umum (BLU).
“Pendapatan dari SDA ini memang merupakan komponen terbesar dari PNPB dan yang paling signifikan ya, sekaligus paling fluktuatif,” ujar Isa dalam konferensi pers virtual pada Kamis, 4 Agustus 2022.
Untuk SDA sendiri dibagi menjadi dua yakni migas dan non-migas. PNBP Migas mencapai Rp 74,6 triliun atau 53,6 persen dari Rp 139,1 triliun yang ditargetkan. Kenaikannya dibandingkan dengan tahun lalu mencapai 86,8 persen. Rinciannya adalah penerimaan dari minyak bumi mencapai Rp 66,1 triliun dan dari gas bumi mencapai Rp 8,4 triliun.
Sedangkan untuk non-migas ada dari minerba, kehutanan, perikanan, dan dari panas bumi empat ini yang paling menonjol. Untuk batu bara, mineral seperti nikel emas dan lain sebagainya mencapai Rp 36,3 triliun atau 46 persen dari target Rp 78,9 triliun, dibanding periode yang sama tahun lalu ini naik lebih dari 119,4 persen.
“Dari sektor kehutannya kita mendapatkan Rp 2,2 triliun naik 1,4 persen dari tahun lalu, tapi juga sudah mencapai 42,8 persen dari target Rp 5,2 triun,” kata Isa.
Di bidang perikanan tercatat PNBP terkumpul sebesar Rp 0,6 triliun. Angka ini naik 111,8 persen dibanding tahun lalu dan sudah 36,3 persen dari target Rp 1,27 triliun yang diharapkan tahun ini.
“Perikanan ini terus melakukan pembenahan. Kita lihat sejak tahun lalu sudah mulai menunjukkan pendapatan yang jauh lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya,” tutur Isa.
<!--more-->
Untuk panas bumi penerimaannya tidak terlalu besar, tapi sudah 52,6 persen dari target Rp 1,6 triliun yaitu Rp 0,9 triliun, dan naik 8,6 persen dibanding tahun lalu. Secara keseluruhan untuk non-migas sudah tercapai Rp 40 triliun atau 45,8 persen dari target yang ada di Perpres Nomor 98 Tahun 2022.
Sementara itu, pendapatan kekayaan negara dipisahkan yang merupakan dividen dari BUMN, kata Isa, sudah terkumpul Rp 35,5 triliun. “Terima kasih kepada Kementerian BUMN dan DJKN yang menyegerakan membayar deviden kepada pemegang saham termasuk pemerintah, sehingga sudah 95,7 persen dari target Rp 37,1 triliun,” ujar Isa.
PNBP lainnya terkumpul Rp 85,1 triliun atau 75,8 persen dari targetnya, terdiri dari penjualan hasil tambang bagian pemerintah Rp 28,7 triliun. Pendapatan dari penjualan minyak mentah domestik Rp 2,7 trilun dan pendapatan dari kementerian lembaga yang melakukan layanan berbayar seperti pembuatan SIM dan di KUA untuk pernikahan terkumpul Rp 53,7 triliun.
Menurut Isa, Kemenkeu mencatat ada penurunan pada pendapatan dari kementerian lembaga jika dibandingkan dengan tahun lalu. Karena memang ada arahan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mulai secara lebih selektif menentukan layanan publik yang berbayar dan mana yang tidak.
PNBP terakhir dari BLU seperti rumah sakit, perguruan tinggi, dan kelapa sawit. Realiasisinya sampai dengan semester I 2022 itu Rp 45,8 triliun atau 43,3 persen dari target Rp 105,8 triliun. “Ini satu-satunya kelompok PNBP yang mengalami penurunan, karena sawit sempat dilarang untuk dieskpor dan bertampak pada penerimaan BLU kelapa sawit,” kata Isa.
Lebih jauh, Isa menilai PNBP pada semester I ini secara keseluruhan masih cukup baik. Kemenkeu berharap di semester II bisa masih mencatatkan prestasi dan kinerja baik. “Walaupun beberapa pengamat dan analis sudah mulai melihat adanya kemungkinan pelunakan ataupun slowing down di dalam kenaikan harga komoditas. Ini yang tentu akan kita terus cermati."
Baca: Susi Pudjiastuti Kritik Sandiaga Soal Kenaikan Harga Tiket Pulau Komodo: Why Again?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.