Tidak Daftar PKPU Garuda, Bagaimana Nasib Piutang Boeing dan Kreditur Lain?
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Francisca Christy Rosana
Minggu, 19 Juni 2022 16:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Analis dan praktisi hukum restrukturisasi utang dari Kantor Frans & Setiawan, Hendra Setiawan Boen, mengatakan satu-satunya upaya yang bisa ditempuh para kreditur PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang tidak mendaftar voting penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) adalah melalui pengadilan negeri atau arbitrase.
“Ini sesuai dengan pilihan penyelesaian sengketa di dalam perjanjian,” kata Hendra Setiawan Boen saat dihubungi Tempo, Ahad, 19 Juni 2022.
Opsi tunggal tersebut muncul karena emiten berkode saham GIAA itu menawarkan klausula perdamaian yang mengikat kreditur untuk mendaftarkan PKPU selama 30 hari sejak homologasi. Klausula itu tertuang dalam proposal perdamaian.
Menurut Boen, klausula tersebut sebenarnya tidak memiliki dasar hukum dan melanggar hak. Sebab menurut Pasal 1967 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, masa kedaluwarsa atau penghapusan hak tagih adalah 30 tahun.
Boen melanjutkan posisi kreditur yang tidak mendaftar PKPU menjadi dilematis ketika proposal perdamaian Garuda disahkan oleh Pengadilan Niaga. Garuda bisa mengatakan klausula wajib mendaftar selama 30 hari tersebut mengikat kreditur yang tidak mendaftar karena sudah menjadi putusan pengadilan.
“Jadi, menurut saya seharusnya kreditur yang belum mendaftar boleh mendaftarkan tagihan mereka kapan saja kepada Garuda dan sebagai konsekuensi hukum, kreditur tersebut mengikatkan diri dengan hasil PKPU terutama tentang tata cara pembayaran,” tuturnya.
Boen juga mengatakan kreditur yang tidak ikut proses PKPU tidak bisa mengajukan kasasi. Sebab, kasasi hanya bisa dilakukan apabila kreditur ikut dalam proses PKPU. Kalau tidak, maka mereka bisa dianggap kehilangan legal standing oleh Mahkamah Agung.
“Dari praktik putusan Mahkamah Agung selama ini, terdapat kemungkinan MA akan sependapat bahwa kreditur yang tidak mendaftarkan diri dianggap melepaskan hak sehingga kehilangan legal standing,” tutur Boen.
Mayoritas Kreditur Sepakat Dukung PKPU Garuda
Mayoritas kreditur Garuda menyatakan setuju dengan proposal perdamaian Garuda. Setelah mencapai homologasi, pesawat Garuda akan tetap terbang. Baca proses PKPU Garuda di halaman selanjutnya.
<!--more-->
Pada 17 Juni lalu, mayoritas kreditur sepakat dengan rencana perdamaian yang ditawarkan Garuda selama pemungutan suara PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hasil rekapitulasi pemungutan suara PKPU maskapai pelat merah menyimpulkan sebanyak sebanyak 347 kreditur konkuren atau 95,07 persen dari jumlah kreditur yang hadir dan dengan total suara sebanyak 12.162.455.
Hasil ini mewakili 97,46 persen dari seluruh suara kreditur konkuren yang hadir dalam rapat. Sedangkan kreditur konkuren yang menolak rencana perdamaian sebanyak 15 Kreditor atau 4,11 persen dari jumlah kreditur konkuren yang hadir, dan dengan total suara sebanyak 302.528 yang secara bersama-sama mewakili 2,424 persen dari seluruh suara kreditor konkuren yang hadir.
Adapun hanya 3 atau 0,82 persen yang abstain dari jumlah kreditor konkuren yang hadir, dengan total suara sebanyak 14.449 yang secara bersama-sama mewakili 0,116 persen dari seluruh suara kreditor konkuren yang hadir.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan pembayaran utang proposal perdamaian yang disetujui mayoritas kreditur dalam voting Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 17 Juni 2022, akan dibayarkan berdasarkan klasifikasi krediturnya.
Dalam proposal perdamaian yang diajukan perseroan, berdasarkan Daftar Pemilih Tetap PKPU yang sudah disepakati, kreditur dengan utang di bawah Rp 255 juta akan dibayarkan melalui kas perusahaan.
“Pertama, mereka yang punya utang di bawah Rp 255 juta akan kami bayarkan dari arus kas perusahaan,” kata Irfan Setiaputra di kantor pusat Garuda Indonesia di Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, setelah hasil voting PKPU.
Sedangkan untuk kreditur untuk Rp 255 juta ke atas akan memperoleh kupon bond baru sebesar USD 825 juta dan saham senilai USD 330 juta. Adapun untuk bank dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), utang maupun pinjamannya akan diperpanjang selama 22 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Di sela voting, Irfan Setiaputra mengatakan kreditur bisa mengklaim piutangnya setelah 30 hari hasil voting diumumkan, namun harus mengikuti hasil Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ia mengatakan kreditur masih memiliki kesempatan 30 hari untuk klaim setelah homologasi.
Irfan mengatakan Boeing, yang menjadi kreditur terbesar Garuda,
tidak ikut mendaftar voting PKPU, tetapi masih bisa mendeklarasikan piutangnya terhadap Garuda selama 30 hari sejak hasil pengambilan suara disetujui majelis hakim per 20 Juni 2022.
“Boeing tidak mendaftar. Tapi setelah ini ada kesempatan 30 hari. Dia (Boeing) itu kan klasifikasinya teridentifikasi namun tidak terverifikasi. Untuk tipe kreditur ini ada kesempatan 30 hari setelah homologasi,” kata Irfan.
Irfan mengatakan kalau Boeing tidak mendaftarkan diri dalam waktu 30 hari setelah pengumuman PKPU, maka utang Garuda terhadap Boeing akan hangus.
“Kalau dia (Boeing) tidak daftar, by law aturan kita begitu (hangus),” tutur Irfan.
Irfan mengatakan estimasi utang Garuda Indonesia terhadap Boeing berkisar US$ 800 juta atau sekitar Rp 10 triliun. Apabila Boeing mendaftarkan diri selama jeda 30 hari, maka Garuda akan memasukkan utang terhadap Boeing dalam perhitungan lain.
Baca juga: Mekanisme Rencana Pembayaran Utang Garuda Indonesia
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.