Kala Bos BRI Analogikan Transformasi ke Energi Bersih dengan Minum Obat
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Kamis, 26 Mei 2022 09:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI, Sunarso, menyatakan pihaknya yang tak lagi memacu penyaluran kredit ke sektor energi fosil. Didasari oleh urgensi transformasi menuju energi bersih saat ini, ia menganalogikan hal itu dengan kebutuhan minum obat.
Pernyataan tersebut disampaikan Sunarso pada konferensi World Economic Forum di Davos, Swis, yang digelar virtual, pada Rabu, 25 Mei 2022.
Awalnya ia bercerita bahwa dunia tengah menghadapi krisis energi karena perang Rusia-Ukraina dan masalah dunia lainnya. Oleh sebab itu, perusahaan energi dunia berpacu menambah produksi.
Namun, menurut Sunarso, jika bangsa dunia ini ingin hidup seribu tahun lagi, dibutuhkan 100 tahun untuk minum obat. Minum obat yang dimaksud adalah pemakaian bahan bakar fosil untuk transformasi menuju energi bersih.
“Bahwa nanti hidup 900 tahun lagi harus bebas dari kobalt, alami dan natural. Tapi, kita masih perlu minum obat sampai ke depan, misal 100 tahun," ujar Sunarso. "Jadi tuntutan menaikkan produksi energi adalah obat pahit yang harus ditelan dan merancang kehidupan yang baru lebih sehat."
Lalu, apakah BRI akan ikut memacu penyaluran kredit ke sektor energi fosil untuk mengerek produksi?
Sunarso menegaskan bahwa BRI tidak ikut mendorong pemberian kredit ke sektor energi fosil tersebut. “Kami tidak ikut, cukup portofolio kredit kami di bawah 3 persen saja di batu bara dan minyak. Biar diurus yang ahli di bidang itu,” tuturnya.
<!--more-->
Ia menyatakan, BRI tidak ikut menyaluran kredit pada sektor energi yang dinilai merusak lingkungan, seperti batu bara dan minyak bumi.
Saat ini, kata dia, portofolio di komoditas batu bara BRI di bawah 3 persen itu kredit eksisting. Sebagai gambaran, total kredit emiten berkode saham BBRI per kuartal I pada tahun 2022 sebesar Rp 1.075 triliun.
Lebih jauh, Sunarso menjelaskan, bahwa BRI akan berfokus pada penyaluran kredit ke sektor usaha mikro kecil dan menengah. “Komitmen kami pada UMKM saja. Kami komitmen kepada pemberdayaan masyarakat sesuai dengan semangat ESG,” katanya.
Sekretaris Perusahaan BRI, Aestika Oryza Gunarto, menambahkan, per kuartal pertama tahun 2022 ini, portofolio green financing mencapai Rp 71,5 triliun. Nilai itu setara dengan 7,3 persen dari total penyaluran kredit BRI. Hal tersebut seiring dengan langkah perseroan yang menyetop pemberian kredit ke sektor energi fosil.
Jika dirinci, penyaluran kepada sektor renewable energy tersebut mencapai Rp 6,3 triliun, sektor transportasi ramah lingkungan sebesar Rp 14,4 triliun, green building sebesar Rp 2,1 triliun, dan kegiatan bisnis ramah lingkungan lainnya sebesar Rp 45,1 triliun.
“Sebagai first mover on sustainable banking di Indonesia, ke depan BRI akan terus meningkatkan pembiayaan kepada aktivitas bisnis yang berkelanjutan (sustainable business activities), termasuk di dalamnya green financing sebagai upaya memberikan value kepada seluruh stakeholders,” kata Aestika.
BISNIS
Baca: Dirjen Pajak Jelaskan 2 Cara Aktivasi NIK Jadi NPWP