Surplus Neraca Perdagangan Cetak Rekor, Kemenkeu: Jadi Bantalan Ekonomi
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Francisca Christy Rosana
Rabu, 18 Mei 2022 08:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan surplus neraca perdagangan yang tinggi akan berdampak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II 2022. PDB diperkirakan semakin positif.
"Selain itu, ini turut menopang stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan risiko global sehingga menjadi bantalan stabilitas ekonomi Indonesia," kata Febrio dalam keterangan tertulis Rabu, 18 Mei 2022.
Dia mengatakan kinerja ekspor dan impor Indonesia pada April 2022 menunjukkan kondisi yang lebih positif dibandingkan bulan dan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Surplus neraca perdagangan pada April 2022 tercatat US$ 7,56 miliar, meningkat dibandingkan Maret yang surplus US$ 4,54 miliar.
Kondisi ini melanjutkan tren surplus selama 24 bulan berturut-turut. Selain itu, surplus ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah mengalahkan rekor pada Oktober 2021 sebesar US$ 5,74 miliar.
“Bila dibandingkan dengan 2021, arah penguatan 2022 diperkirakan jauh lebih baik. Hal ini disebabkan kondisi surplus neraca perdagangan yang lebih besar, serta pandemi yang semakin mengarah ke endemi yang memperkecil hambatan mobilitas," ujarnya.
Ekspor Indonesia pada April 2022 tercatat US$ 27,32 miliar, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya serta tumbuh sebesar 47,76 persen (year on year). Ekspor migas dan non-migas sama-sama mengalami pertumbuhan yang tinggi, yaitu sebesar 48,92 persen dan 47,7 persen (yoy).
Dia meramalkan potensi penguatan nilai ekspor masih akan terus naik seiring dengan tren positif harga komoditas di pasar global yang diperkirakan masih berlanjut ke depannya. Hal ini juga diimbangi dengan pertumbuhan ekspor non-migas yang konsisten kuat.
"Ini bukti nyata perbaikan struktur ekonomi yang fundamental. Pemerintah akan terus berupaya agar perbaikan ini berkesinambungan,” kata Febrio.
<!--more-->
Meski demikian, pemerintah akan terus mewaspadai dampak tak langsung dari konflik Rusia-Ukraina, baik yang berkaitan denganpelemahan kinerja ekonomi global maupun lonjakan harga komoditas. Sebab, disrupsi perdagangan global akan menekan laju pemulihan ekonomi global yang diproyeksikan semakin melambat.
Sementara itu, lonjakan kenaikan harga komoditas, khususnya energi dan pangan, akan mendorong kenaikan inflasi di dalam negeri. Febrio menambahkan, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menjaga kestabilan harga dan kecukupan ketersediaan kebutuhan pangan pokok dan energi, termasuk memberikan bantalan kebijakan berupa bantuan sosial minyak goreng untuk kelompok berpendapatan rendah.
Kualitas ekspor Indonesia pun terus terlihat. Buktinya, ekspor sektor manufaktur sebagai komponen penyumbang tertinggi ekspor nonmigas tetap tumbuh secara konsisten, dengan pertumbuhan tahunan nyaris 30 persen, yaitu 27,92 persen (yoy).
Sektor manufaktur adalah sektor yang memiliki nilai tambah tinggi dalam perekonomian, terutama dari sisi penciptaan lapangan kerja. Perbaikan sektor ini terpantau sejalan dengan penyerapan tenaga kerja pada Februari 2022. Arah kebijakan Pemerintah akan terus menggalakkan ekspor yang bernilai tambah tinggi dengan hilirisasi sumber daya alam (SDA) Indonesia.
Beberapa contoh produk tersebut adalah besi, baja dan feronikel sebagai olahan mineral kini mulai menopang ekspor Indonesia dengan pertumbuhan yang pesat. Prioritas hilirisasi SDA pemerintah adalah tambang dan mineral (nikel hidrat, besi dan baja), CPO (margarin, sabun mandi), migas, serta batu bara (etilena, propilena, dan lain-lain).
Sementara itu, impor Indonesia pada April 2022 tercatat tetap kuat meski sedikit turun dari bulan sebelumnya pada US$ 19,76 miliar. Impor tumbuh sebesar 21,97 persen (yoy). Secara tahunan, impor migas dan nonmigas masih tumbuh pesat sebesar 88,48 persen (yoy) dan 12,47 persen (yoy).
Sedangkan berdasarkan penggunaannya, pada April 2022, impor bahan baku/penolong, barang modal, dan barang konsumsi masih bertumbuh positif dan kuat sebesar 25,51 persen (yoy), 15,16 persen (yoy), dan 4,21 persen (yoy). Menurut Febrio, peningkatan impor barang konsumsi mengindikasikan pulihnya daya beli masyarakat.
Sedangkan peningkatan pada impor bahan baku dan barang modal mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas industri di dalam negeri salah satunya didorong perbaikan iklim industri domestik. Ini juga seiring dengan angka PMI Manufaktur Indonesia yang semakin ekspansif.
Baca juga: Sayuran Impor dari Cina dan Myanmar Banjiri Pasar RI Sepanjang April
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini