Krisis Minyak Goreng Gerus Kepuasan Masyarakat terhadap Pemerintahan Jokowi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 27 April 2022 19:14 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan dalam hitungan dua hingga tiga bulan, persoalan minyak goreng telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah melorot menjadi 60-65 persen dari semula 75 persen pada Februari lalu.
Data itu dihimpun dari beberapa lembaga survei. “Masyarakat kita merasa enggak puas dengan kinerja pemerintah karena krisis minyak goreng. Kemudian lebih umum dari itu, mulai meningkatnya harga bahan-bahan pokok di luar minyak goreng juga mempengaruhi,” ujar Ray dalam diskusi virtual, Rabu, 27 April 2022.
Masyarakat, kata Ray, melihat pemerintah gagal mengatasi masalah minyak goreng karena berbagai faktor seperti munculnya mafia. Kekalahan pemerintah terhadap mafia minyak diperkuat oleh pernyataan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Komisi VI DPR pada Maret lalu.
Kala itu, Menteri Perdagangan meminta maaf karena pemerintah tidak dapat mengontrol mafia sehingga permasalahan harga dan stok komoditas tidak stabil. “Ini membuat masyarakat yang mungkin tidak terdampak (dengan masalah minyak) makin jengkel,” ujar Ray.
<!--more-->
Selain itu, kepuasan masyarakat terhadap pemerintah tergerus oleh faktor lain. Salah satunya, muncul sinyal yang menggambarkan bahwa menteri Jokowi mendukung kampanye tiga periode.
Ray menuturkan, tingkat kepuasan masyarakat yang tinggal 60 persen adalah lampu kuning bagi pemerintah. Karenanya, kata dia, tak heran bila pemerintah berupaya menaikkan citra dengan berbagai kebijakan.
Beberapa kebijakan yang diambil baru-baru ini adalah larangan ekspor batu bara dan bahan baku minyak goreng. Sayangnya, kebijakan itu tidak berjalan di lapangan.
“Kasus larangan ekspor batu bara dibatalkan kembali. Ini (minyak goreng) juga begitu. Artinya, bisa saja Presiden mengungkapkan kebijakan yang terlihat gagah tapi implementasi di lapangan tidak disiapkan. Kebijakan yang dianggap gagah itu kosong melompong,” ucap Ray.