Waspadai 3 Ciri-ciri Robot Trading Berkedok Investasi dengan Skema Ponzi
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 5 Maret 2022 14:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Maraknya kasus penipuan investasi berkedok robot trading makin meresahkan. Teranyar, 30-an korban robot trading Viral Blast Global dengan jumlah member hingga 20 ribuan orang yang rugi hingga Rp 1,5 triliun melaporkan dugaan penipuan investasi milik PT Trust Global Karya ke Polda Metro Jaya.
Dalam praktiknya, penipuan berkedok robot trading ini menggunakan skema Ponzi atau penipuan dengan sangat aktif merekrut anggota baru dengan metode Multi Level Marketing (MLM). Dana yang diperoleh dari para anggota baru itu kemudian disetorkan ke sistem.
Dari sini robot trading lalu memberi iming-iming berupa keuntungan yang pasti kepada anggotanya. Beberapa pengelolanya menjalankan aktivitas ini secara diam-diam, ada juga yang mengaku hanya menjual program robot saja.
Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menjelaskan, pada dasarnya robot trading adalah piranti lunak yang melakukan otomasi dalam aktivitas jual beli valas dan banyak diperjualbelikan secara terbuka dan legal.
"Namun, yang menjadi masalah adalah robot trading yang dipermasalahkan ini berani memberikan jaminan keuntungan tetap setiap bulan," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu, 5 Maret 2022.
Ia menduga para trader yang profesional dan berpengalaman pada awalnya tidak berani melakukannya tapi kemudian akhirnya menggunakan skema Ponzi untuk menarik anggotanya.
Aktivitas Ponzi tersebut, kata Alfons, tidak akan berhenti secara masif dan efektif merekrut banyak korban, sampai suatu titik tidak ada lagi anggota baru yang masuk dan mengalami gagal bayar.
Untuk mencegah jadi korban selanjutnya, simak sejumlah indikasi robot trading berpotensi fraud atau yang masuk kategori penipuan berikut ini.
1. Trading hanya boleh dilakukan pada broker tertentu
Peserta harus mulai curiga ketika tidak dapat memilih broker dan hanya dapat bertransaksi dengan broker yang telah ditentukan oleh penyelenggara. Dalam hal ini penyelenggara menentukan aturan main sedemikian rupa dengan ketentuan khusus.
Menurut analisis yang dilakukan oleh beberapa trader yang berpengalaman, tujuan menggunakan broker tertentu ini untuk memanipulasi chart trading fiktif. Chart trading itu telah diatur sedemikian rupa dan disesuaikan dengan janji bagi hasil yang diberikan.
<!--more-->
Ketika trading fiktif ini dibandingkan dengan kondisi market yang sebenarnya, terjadi manipulasi pada waktu chart untuk mencocokkan kondisi harga market dengan bagi hasil. Dengan begitu, korban yang kurang teliti dalam mengecek atau sama sekali tak mengerti bisa merasa aman, asalkan menerima pembagian keuntungan yang dijanjikan.
2. Spread rate jual beli valas yang sangat jauh
Ketika membuka akun dan menyetorkan uang dalam dolar AS, Anda tidak diperkenankan melakukan telegraphic transfer (TT) dolar ke dolar. Anda harus membeli dolar dari penyelenggara trading dengan harga yang 5 – 10 persen lebih mahal dari harga wajar.
Hal sebaliknya berlaku ketika melakukan penarikan, Anda tidak bisa melakukan TT ke rekening dolar AS dan diharuskan menjual dolar Anda dengan harga yang lebih murah. Secara logis, tujuan spread jual beli yang sangat tinggi ini secara tidak langsung memberikan keuntungan instan kepada penyelenggara trading.
Bila dihitung, tiap kali ada member baru masuk, maka penyelenggara sudah mengantongi keuntungan 5-10 persen. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan mengapa skema yang diduga ponzi ini bisa berumur panjang.
3. Tidak ada Robot Trading yang ditawarkan
Dalam praktiknya, wujud robot trading, algoritma dan cara kerjanya tidak diikuti dengan penjelasan lengkap. Dengan begitu, tidak ada informasi kelemahan dari robot trading tersebut dan tidak dapat dijalankan di broker forex lainnya.
Lebih jauh, Alfons menjelaskan, secara teori, jika peserta skema Ponzi masuk pada saat awal dan keluar sebelum gelembung Ponzi meletus, maka peserta itu bisa mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, jika peserta datang terlambat, bakal menjadi korban ketika terjadi gagal bayar.
"Tetapi, namanya manusia sifat dasarnya serakah dan malas. Jadi kalau ada kesempatan mendapatkan keuntungan besar tanpa perlu kerja keras, tentunya akan membuatnya terlena dan menumpulkan logikanya," ucap Alfons.
Hal ini terbukti, kata dia, ketika mendapatkan keuntungan beberapa kali, maka logika dan kewaspadaan pelaku akan berkurang dan mempercayai skema Ponzi tersebut sebagai kebenaran.
Alfons pun menyoroti bagaimana mayoritas orang yang menghadapi skema Ponzi bukannya keluar ketika sudah untung. Mereka malah menambahkan jumlah uangnya ke dalam skema Ponzi tersebut atau malah mengajak saudara dan teman-temannya untuk bergabung dalam skema ini. Cara penipuan lawas itu ternyata hingga kini masih ampuh digunakan, salah satunya dalam kasus robot trading berkedok investasi.
BISNIS
Baca: Kasus Binary Option, PPATK Pantau Transaksi Tak Wajar 7 Crazy Rich
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.